Membangun dan Menguatkan
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25)
Dalam menjalani kehidupan ini, tak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang silih berganti. Masalah-masalah yang datang terkadang mampu kita hadapi seorang diri tetapi ada kalanya masalah itu terlalu berat dan kita membutuhkan topangan dari orang lain. Tuhan Yesus sendiri memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individualis. Dalam Kejadian 2:18 berkata “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Firman ini memiliki arti bahwa manusia memang diciptakan memiliki keterkaitan dengan sesamanya.
Kita sebagai manusia memang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, tetapi bukan berarti kita sama dengan Allah yang sempurna. Kita yang tidak sempurna ini tentu saja butuh untuk dikuatkan dan ada saatnya juga kita yang menguatkan orang lain. Hal ini juga lah yang diharapkan terjadi dalam sebuah persekutuan. Ironisnya ada sebagian orang menganggap bahwa persekutuan adalah tempat untuk membangun hubungan vertikal (kepada Tuhan) saja yang baik tanpa mempedulikan hubungan horizontal (dengan sesama). Kita lupa bahwa persekutuan yang sehat apabila orang-orang yang berada di dalamnya mampu berbagi dalam hal suka maupun duka. Seperti dalam Ibrani 10:24-25, rasul Paulus mengingatkan kita sebagai anak-anak Tuhan yang hidup dalam persekutuan untuk saling mendorong dalam kasih dan saling menasihati.
Paulus sungguh menyadari bahwa kita akan lemah dan jatuh jika kita tidak saling memperhatikan dan saling mendorong satu sama lain. Pertemuan-pertemuan ibadah janganlah hanya berpusat pada diri sendiri tanpa peduli orang-orang yang mungkin duduk di sekitar kita. Semakin dekat hari kedatangan Tuhan, maka seharusnya semakin giat pula kita untuk membangun hubungan erat dengan saudara-saudari kita sehingga dalam keakraban itu kita bisa saling menasihati dan mengingatkan. Memberikan nasihat kepada sesama pun juga dilakukan dengan kasih, jangan sampai nasihat yang diberikan menggunakan kata kasar sehingga menimbulkan akar pahit diantara sesama. Yang perlu diingat pula bahwa tujuan kita dalam memberikan nasihat maupun teguran bukanlah untuk menjatuhkan bahkan menghakimi saudara kita. Dalam 1 Timotius 1:5 disebutkan bahwa tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia” (Efesus 4:29). Disini adalah beberapa prinsip Alkitab yang bisa mengatasi banyak masalah komunikasi kita. Beberapa hal yang dikategorikan sebagai perkataan membangun adalah:
Kata-kata yang Lemah Lembut. Kata lembut berarti penuh kasih, halus dan nyaman. Paulus mengatakan hal yang sama: “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Efesus 4:32). Lidah yang menggerakan perselisihan juga bisa mengkomunikasikan kebaikan, kasih dan pengampunan saat dikontrol oleh Roh Kudus. Perkataan yang lemah lembut bisa menenangkan suasana setelah perkataan bodoh dinyatakan.
Kata-kata yang Pengertian. Jika kita ingin berkata-kata tentang hal yang membangun orang lain sesuai kebutuhan mereka, maka kita harus mengerti kebutuhannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memikirkan terlebih dahulu apa yang hendak kita katakana. Jangan sampai hal yang kita perkatakan adalah hal yang bertolak belakang dengan kebutuhan mereka.
Kata-kata Penghargaan. Rasul Paulus sendiri memberikan kita teladan dari kata-kata yang membangun. Dalam banyak suratnya dia memasukan kata-kata penghargaan dan apresiasi. Sebagai contoh, kepada jemaat Filipi dia menulis, “Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini” (Filipi 1:3-5). Baik Paulus maupun jemaat Tesalonika tidak sempurna, tapi Paulus memuji mereka sebelum berhadapan dengan masalah mereka. Tidak ada satupun dari kita yang tidak memerlukan kata pujian. Tanpa itu, kita menjadi ragu dan tidak mampu berfungsi sepenuhnya.
Membangun dan menguatkan sesama dalam persekutuan bukanlah hal yang sia-sia. Tidak akan ada persekutuan yang dapat berjalan dengan baik apabila di dalamnya tidak perduli terhadap satu dengan yang lainnya. Melalui bacaan kali ini, kiranya kita mau untuk memulai dan meningkatkan hubungan kita dengan sesama kita dengan saling membangun dan menguatkan. Tuhan memberkati.
Rizma Meyditia
Akuntansi 2012
“Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25)
Dalam menjalani kehidupan ini, tak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang silih berganti. Masalah-masalah yang datang terkadang mampu kita hadapi seorang diri tetapi ada kalanya masalah itu terlalu berat dan kita membutuhkan topangan dari orang lain. Tuhan Yesus sendiri memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individualis. Dalam Kejadian 2:18 berkata “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Firman ini memiliki arti bahwa manusia memang diciptakan memiliki keterkaitan dengan sesamanya.
Kita sebagai manusia memang diciptakan segambar dan serupa dengan Allah, tetapi bukan berarti kita sama dengan Allah yang sempurna. Kita yang tidak sempurna ini tentu saja butuh untuk dikuatkan dan ada saatnya juga kita yang menguatkan orang lain. Hal ini juga lah yang diharapkan terjadi dalam sebuah persekutuan. Ironisnya ada sebagian orang menganggap bahwa persekutuan adalah tempat untuk membangun hubungan vertikal (kepada Tuhan) saja yang baik tanpa mempedulikan hubungan horizontal (dengan sesama). Kita lupa bahwa persekutuan yang sehat apabila orang-orang yang berada di dalamnya mampu berbagi dalam hal suka maupun duka. Seperti dalam Ibrani 10:24-25, rasul Paulus mengingatkan kita sebagai anak-anak Tuhan yang hidup dalam persekutuan untuk saling mendorong dalam kasih dan saling menasihati.
Paulus sungguh menyadari bahwa kita akan lemah dan jatuh jika kita tidak saling memperhatikan dan saling mendorong satu sama lain. Pertemuan-pertemuan ibadah janganlah hanya berpusat pada diri sendiri tanpa peduli orang-orang yang mungkin duduk di sekitar kita. Semakin dekat hari kedatangan Tuhan, maka seharusnya semakin giat pula kita untuk membangun hubungan erat dengan saudara-saudari kita sehingga dalam keakraban itu kita bisa saling menasihati dan mengingatkan. Memberikan nasihat kepada sesama pun juga dilakukan dengan kasih, jangan sampai nasihat yang diberikan menggunakan kata kasar sehingga menimbulkan akar pahit diantara sesama. Yang perlu diingat pula bahwa tujuan kita dalam memberikan nasihat maupun teguran bukanlah untuk menjatuhkan bahkan menghakimi saudara kita. Dalam 1 Timotius 1:5 disebutkan bahwa tujuan nasihat itu ialah kasih yang timbul dari hati yang suci, dari hati nurani yang murni dan dari iman yang tulus ikhlas.
“Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang mendengarnya, beroleh kasih karunia” (Efesus 4:29). Disini adalah beberapa prinsip Alkitab yang bisa mengatasi banyak masalah komunikasi kita. Beberapa hal yang dikategorikan sebagai perkataan membangun adalah:
Kata-kata yang Lemah Lembut. Kata lembut berarti penuh kasih, halus dan nyaman. Paulus mengatakan hal yang sama: “Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu” (Efesus 4:32). Lidah yang menggerakan perselisihan juga bisa mengkomunikasikan kebaikan, kasih dan pengampunan saat dikontrol oleh Roh Kudus. Perkataan yang lemah lembut bisa menenangkan suasana setelah perkataan bodoh dinyatakan.
Kata-kata yang Pengertian. Jika kita ingin berkata-kata tentang hal yang membangun orang lain sesuai kebutuhan mereka, maka kita harus mengerti kebutuhannya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memikirkan terlebih dahulu apa yang hendak kita katakana. Jangan sampai hal yang kita perkatakan adalah hal yang bertolak belakang dengan kebutuhan mereka.
Kata-kata Penghargaan. Rasul Paulus sendiri memberikan kita teladan dari kata-kata yang membangun. Dalam banyak suratnya dia memasukan kata-kata penghargaan dan apresiasi. Sebagai contoh, kepada jemaat Filipi dia menulis, “Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu. Dan setiap kali aku berdoa untuk kamu semua, aku selalu berdoa dengan sukacita. Aku mengucap syukur kepada Allahku karena persekutuanmu dalam Berita Injil mulai dari hari pertama sampai sekarang ini” (Filipi 1:3-5). Baik Paulus maupun jemaat Tesalonika tidak sempurna, tapi Paulus memuji mereka sebelum berhadapan dengan masalah mereka. Tidak ada satupun dari kita yang tidak memerlukan kata pujian. Tanpa itu, kita menjadi ragu dan tidak mampu berfungsi sepenuhnya.
Membangun dan menguatkan sesama dalam persekutuan bukanlah hal yang sia-sia. Tidak akan ada persekutuan yang dapat berjalan dengan baik apabila di dalamnya tidak perduli terhadap satu dengan yang lainnya. Melalui bacaan kali ini, kiranya kita mau untuk memulai dan meningkatkan hubungan kita dengan sesama kita dengan saling membangun dan menguatkan. Tuhan memberkati.
Rizma Meyditia
Akuntansi 2012
Komentar
Posting Komentar