“Dasar kau setaaan, berterima kasih saja kau tidak bisa katakan, saat kau butuh bantuan saya membantumu, bahkan saat kau tidak membutuhkanku saya membantumu”kata Arlan kepada Dapat sahabatnya. Dengan nada emosi yang tinggi si Dapat pun balik membalas “ohhh, jadi yang kau lakukan selama ini tidak ikhlas? Ok lah”. Arlan pun dengan muka muramnya berkata “siapa yang tidak ikhlas, bahkan mengatakan terima kasih saja kau tak bisa”. Percakapan diatas mengajak kita untuk merenungkan, sebenarnya bagaimana kedua orang sahabat ini si Arlan dan si Dapat. Dapat yang selalu dibantu, bahkan untuk berterima kasih pun sulit di ucapkan, apakah kita akan seperti Dapat yang demikian? Hal ini bukan berarti Arlan sepenuhnya bisa dibenarkan, perkataan yang senonoh pun bisa membawa perbuatan baik kita ditanggapi salah oleh orang lain. Apakah yang akan kita lakukan jika berada pada salah satu posisi mereka berdua?.
Terkadang berat bagi kita untuk menanggapi perbuatan baik orang lain, bahkan untuk berterima kasih pun sulit bagi kita. Lebih parahnya lagi, sudah tidak tahu bersyukur, malah menambah beban dosa kepada orang yang sudah membantu. Membantu orang lain memang harus tulus dan ikhlas, tapi terkadang kita butuh penghargaan atas apa yang kita lakukan sebagai seorang manusia. Kita sebagai orang yang tertolong pun wajib untuk menghargai bantuan yang diberikan, bahkan sekecil apapun. Hal ini tidak dapat dipungkiri, namun pada dasarnya bahkan penghargaan pun tidak perlu diminta, tapi bagi kita, hal terparah adalah saat kita sebagai orang yang ditolong tidak bersyukur atau tidak tahu terima kasih sekalipun tidak diminta oleh yang member pertolongan.
Tuhan Yesus pun mengajarkan kita apa itu bersyukur seperti dalam Injil Yesus Kristus menurut Lukas, yang menceritakan tentang kesepuluh orang kusta (lh Luk 17:11-19). Dimulai dari inisiatif mereka membawa diri kepada Tuhan, mereka mendapatkan perhatian bahkan dengan tangan yang terbuka dari Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak mengabaikan apalagi membuang orang kusta yang merupakan orang Samaria ini. Sekalipun orang lain tidak peduli, bahkan cenderung menyingkirkan mereka, justru Tuhan Yesus memandang, memperhatikan dan membuka hati untuk mereka. Tidak hanya sampai disitu, Tuhan Yesus menyapa mereka, disini adalah tindakan kasih yang menyelamatkan, penerimaan hati penuh kerahiman yang member pemulihan kepada mereka. Mereka mengalami karya ajaib Tuhan dengan disembuhkan dan dipulihkan kembali kepada hidup.
Namun apa yang terjadi setelah itu? Adakah orang kusta ini datang kepada Tuhan dan bersyukur? Hanya satu orang saja yang datang untuk bersyukur. Mengapa yang lainnya tidak bersyukur seperti yang satu itu? Hanya seorang yang datang bergegas kepada Tuhan dengan suara nyaring, tersungkur di kaki Tuhan dan mengucap syukur kepadaNya. Terkadang kita juga masuk dalam kelompok Sembilan orang kusta itu, kita merasa berat untuk bersyukur kepada Tuhan. Bahkan untuk mengucapkannya saja terasa sulit. Sama halnya dengan cerita Arlan dan Dapat, sudahkah kita berterima kasih kepada orang yang membantu kita? apakah untuk mengucapkannya itu berat? Setiap hari kita mendapat kebaikan Tuhan yang tak terbatas, yang berarti kita diajak untuk selalu datang kepadaNya untuk tersungkur dan bersyukur atas karya ajaib dalam Sabda yang menyembuhkan dan menyelamatkan kita.
Di kehidupan kita sehari-hari, ucapan syukur sering kita temui, orang-orang yang mengungkapkan syukurnya kepada Tuhan atas segala yang diberikan dengan pesta yang meriah, misalnya saja ungkapan syukur atas ulang tahun, ungkapan syukur atas selesainya panen, ungkapan syukur atas kesembuhan, dan jika melihat keluar Indonesia seperti Amerika, Kanada, Korea, dan lain sebagainya mengungkapkan rasa syukur dilakukan dengan cara bermacam-macam bahkan ada yang menjadikannya sebagai hari raya. Hal ini patutlah kita renungkan secara pribadi, betapa besar kasih karunia Tuhan, mengingatkan kita agar tidak lupa diri yang menyadarkan kita bahwa kita tidak berarti yang penuh keterbatasan dan dosa tetapi selalu saja dibesarkan dan dianggungkan karena rahmat Tuhan kepada kita.
Pada renungan pigeon kali ini, kita diajak untuk selalu bersyukur atas karya Tuhan pada diri kita (lh I Tes 5:18). Marilah kita membiasakan diri untuk berdoa mensyukuri segala hal, bersyukur adalah sikap iman. Bersyukur berarti bersukacita atas karya agung Tuhan. Hal ini semestinya adalah kesadaran iman kita akan pekerjaan Tuhan. Walaupun demikian, ungkapan syukur kita bukan hanya sebatas kata-kata saja, melainkan sikap batin kita yang terungkap dalam tindakan nyata. Tanda syukur yang paling besar dalam hidup kita adalah saat kita membagikan rahmat yang kita miliki. Semoga demikian.
Tuhan memberkati.
Nama : Achbernaliya Yoris
TTL : Rantepao, 26 Oktober 1990
Jurusan : Manajemen
Komentar
Posting Komentar