"sebab Aku mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan" (yer 29:11)
"Tahun baru artinya usia baru, dan harapanku yaitu diriku yang baru."
Itulah sejenak resolusi yang mungkin dihaturkan oleh manusia-manusia yang merayakan pergantian tahun Masehi. Kenapa hanya bagi mereka yang merayakan? Ya, karena kita berada di indonesia yang memiliki keragaman, tahun yang dianut oleh pemahaman masing-masing orang boleh saja berbeda. Kita mengenal ada tahun Saka, Hijiriah, Jawa, dan lain-lain, namun suka atau tidak suka tetap saja mereka harus mengalah terhadap khalayak umum yang menganut tahun masehi sebagai ketetapannya.
Terlepas dari permasalahan tahu diatas, tahun baru menandakan orang-orang siap menghadapi berbagai macam persoalan baru. Tak pelak hal ini diibaratkan bagai buku kosong setebal 365 halaman yang siap diisi dengan berbagai macam tulisan didalamnya. Tahun baru menandakan bahwaadanya usia baru bagi kita, namun hal ini juga menandakan bahwa kesempatan hidup kita di bumi makin berkurang. Hal ini ditandai dengan beberapa perubahan fisik yang terjadi secara alamiah terhadap tubuh kita dan membuat diri kita akan tersadar bahwa kesempatan kita menghadap sang Khalik pun tinggal menunggu waktu.
Seiring usia yang baru tersebut, setiap orang menginginkan adanya perubahan selain tentunya perubahan fisik tersebut. Perubahan yang tidak secara nampak langsung terjadi pada diri kita namun harus dirasakan oleh orang lain saat mereka berinteraksi dengan kita. Seringkali pernyataan “ini loh aku yang baru” berusaha diungkapkan oleh setiap pribadi yang ingin menampakkan perubahan secara non-fisik pada setiap orang, namun seringkali juga sulit dipahami oleh orang lain. Sifat yang telah dikenal oleh orang lain pada diri kita sehingga kita telah dijugde dengan karakter tersebut sering menjadi tembok penghalang untuk membuat diri kita menjadi baru. Untuk membuat perubahan pada karakter kita tentunya tak semudah yang dipikirkan. ambil contoh aja dalam event WWE Smackdown RAW yang dikenal mengandung unsur settingan, seorang pegulat yang ingin mengganti karakter tokohnya saja harus melalui berbagai macam alur/plot skenario yang seakan-akan karena ada berbagai konflik pada setiap eventnya membuat ia pun menjadi orang yang one man show dengan konflik yang dan cukup membuat penonton memiliki kesan menarik ataupun kesan buruk. Karakter baru pun muncul dari dalam pegulat tersebut dan menandakan citra yang baru di mata penonton. Begitu juga dengan diri kita. Saat karakter kita di mata orang lain buruk, tentunya orang akan merasa aneh apabila dalam waktu sehari kemudian kita tiba-tiba menjadi orang yang layaknya seorang pendeta atau imam yang selalu mengeluarkan hal-hal yang bijak dan dipandang baik bagi orang lain. Tentunya kita akan dikira sedang depresi atau stres sehingga rasa illfell terhadap kita pun menjadi-jadi. Hal itu tentunya malah menurunkan semangat kita untuk menjadi “aku yang baru”.
Tak ada yang salah dengan ucapan “mending jadilah dirimu sendiri” atau bahasa mainstreamnya “be u re self”. Namun seringkali orang akan mengambil tindakan yang negatif menurut saya dengan membuat kita merasa di zona nyaman kita secara terus menerus apabila ucapan tersebut terlontarkan. Menurut saya kesan “be u re self” harus menjadi batu pijakan bagi kita untuk menjadi Menjadi diri sendiri artinya kita harus memperbaiki hal-hal yang terstigma buruk dalam diri kita. Ini untuk diri kita! bukan orang lain!. Dan yang mampu merubah diri kita menjadi lebih baik hanya diri kita sendiri. Pahami dirimu dan bentuklah dirimu menjadi lebih baik lagi. Karakter yang jelek menurut orang lain dan diri kita, secara perlahan dari hal yang sederhana kita ubah menjadi lebih baik lagi. Hal ini tidaklah sulit kalau kita renungkan karena pada dasarnya pembentukan karakter diri kita yang biasanya dianggap tadinya kurang berkenan tentunya tidak terbentuk secara alami begitu saja secara internal. Hal-hal tersebut terbentuk karena dipengaruhi dari hal-hal yang eksternal dari diri kita seperti lingkungan. Dan apabila kita ingin merubah untuk menjadi “aku yang baru” tentunya tidak akan pernah terlambat selama kita telah menyadari apa yang paling terbaik untuk dirimu di kemudian hari, seperti yang tertulis pada ayat yang diatas untuk mengiringi hidup kita.
biodata narasumber:
Nama : Gab. Clinton
TTL : Jyp, 6194
Jurusan : Akuntansi / 2011
Komentar
Posting Komentar