Planning with Godly Attitude
Lidya Prawiroharjo Thauwrisan Makassar/ 29 Mei 1995 Manajemen 2012 |
Yakobus 4:13-17 memperlihatkan kepada kita bahwa Yakobus sedang memberi peringatan kepada jemaatnya untuk tidak membual. Membual disini mempunyai arti, yaitu mengatakan sesuatu dengan sebuah kesombongan. Perencanaan memang diperlukan tetapi Yakobus mengecam sesuatu yang tersirat dalam perencanaan mereka, yakni menempatkan diri di atas perencanaan yang dibuat. Apa maksudnya? Yakobus melihat bahwa jemaat meletakkan diri mereka seperti Allah yang berkuasa atas masa depan mereka. Mereka bertindak seakan mahatahu tentang segala sesuatu yang akan terjadi di masa yang akan datang (ay.13). Mereka membuat perencanaan dengan meniadakan Allah dari segala aspek kehidupan sehingga mereka merasa bahwa merekalah yang berkuasa atas kehidupan dan olehnya bebas merencanakan maupun melakukan segala sesuatu sesuai dengan kehendak dan keinginan hatinya. Yakobus memperlihatkan dengan sangat kuat bahwa ada kesombongan atau tindakan memegahkan diri dalam hati maupun tindak hidup mereka (ay.16) dan inilah sebabnya Yakobus mengecam dengan sangat keras perencanaan yang dilakukan oleh jemaat. Hal ini tentu tidak dapat dilihat hanya sebatas kecaman dari Yakobus tetapi perencanaan seperti itu tidak berkenan dan bahkan mendatangkan dosa di hadapan Allah (ay.17). Jika demikian, bagaimanakah perencanaan yang berkenan kepada Allah?
Perencanaan yang kita buat seharusnya dilandaskan dengan sebuah kesadaran akan keterbatasan manusia baik dalam pengetahuan, kemampuan, kuasa, maupun kendali atas hidup (ay.14). Jika kita menyadari keterbatasan kita maka kita akan mencari sebuah pribadi yang tidak terbatas dan yang kita tahu bahwa kepadanya kita dapat bergantung, yaitu kepada Allah. Sudah seharusnya kita menjadikan-Nya Allah atas hidup kita termasuk dalam perencanaan yang kita buat. Sikap yang benar sebagai orang percaya adalah hidup dalam pengakuan bahwa Allah yang memegang kendali atas hidup kita, sehingga kita bergantung sepenuhnya pada Allah dalam membuat perencanaan (ay.14-15). Dengan sikap ini (mengakui-Nya sebagai Allah dalam hidup), kita terhindar dari dosa kesombongan yang menganggap bahwa kita bisa melakukan segala sesuatu sesuai dengan perencanaan kita seperti yang dikatakan dalam ayat 15 “jika Tuhan menghendakinya”, kita akan hidup sebagaimana yang telah dikehendakinya, sehingga sikap ini menyukakan hati Allah. Sikap ini akan melahirkan sebuah tindakan yang memuliakan Allah di dalam setiap perencanaan yang kita buat. Frasa “jika Tuhan menghendaki” bukanlah sesuatu yang harus diucapkan setiap kali kita berbicara, tetapi menjadi sebuah ingatan bahwa ada Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu yang kita rencanakan untuk dilakukan.
Pada akhirnya, perencanaan yang tidak berkenan di hadapan Allah adalah sesuatu yang mendatangkan keuntungan bagi diri sendiri. Sebaliknya perencanaan yang berkenan adalah sesuatu yang Tuhan ingin kita lakukan dan melalui perencanaan itu kita merasakan kepuasan-Nya. Oleh karena itu, perencanaan adalah hal yang baik untuk dilakukan tetapi akan jauh lebih indah jika mendatangkan perkenanan Allah dalam hidup kita. Semua orang mempunyai impian yang ingin dicapai dan harus dikejar tetapi ingatlah untuk selalu melibatkan Allah di dalamnya. Tuhan Yesus memberkati.
Komentar
Posting Komentar