Meninjau Kebijakan Gereja dalam Merespon Pandemi Covid-19
Roma 12 : 1
“Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati.”
Nama : Kwan Wirawan Kwandou TTL : Bone, 08 November 2001 Jurusan : Ilmu Ekonomi 2019 |
Saat ini seluruh belahan dunia tengah dilanda wabah pandemi covid-19. Persebarannya begitu cepat dan menimbulkan keresahan bagi banyak orang, apalagi sekarang wabah pandemi tersebut sudah masuk ke garis wilayah Indonesia, yang membuat masyarakat semakin panik dan khawatir. Dari kasus tersebut, beberapa gereja pun membuat suatu kebijakan untuk mengadakan ibadah streaming (online) sebagai salah satu pencegahan persebaran Virus Corona. Kebijakan ini pun direspons sangat cepat dan hangat oleh berbagai pihak dan telah menimbulkan banyak kontroversi. Ada yang menganggap ibadah online tidak perlu dilakukan, dan ada juga yang menganggap bahwa ibadah online sangat genting dilakukan disituasi sekarang ini.
Dari sini penulis mencoba untuk memberikan pandangan pribadi penulis tentang pelaksanaan Ibadah Online di tengah-tengah pandemic Covid-19 yang melanda Indonesia dan juga belahan dunia saat ini.
Pertama-tama penulis ingin menegaskan apa latar belakang yang mendasari kebijakan ini sehingga pelaksanaan Ibadah secara tatap muka atau konvensional harus ditiadakan untuk sementara waktu. Kebijakan ini didorong oleh keinginan untuk berkontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat, bukan ketakutan akan tertular virus ini. Seperti yang sudah diberitakan berkali-kali oleh instansi-instansi yang berwewenang, menghindari pertemuan dalam skala besar merupakan salah satu langkah penting dan efektif untuk menekan persebaran Covid-19. Semakin sering pertemuan dilakukan dan semakin banyak orang yang terlibat, semakin besar pula resiko persebaran virusnya. Jika ini yang terjadi, gelombang pandemik ini tidak akan kunjung mereda. Jumlah korban jiwa akan terus bertambah. Rumah sakit di Indonesia tidak akan memiliki kapasitas ruangan dan tenaga perawatan yang mencukupi untuk menolong para korban. Berbagai estimasi ilmiah menunjukkan bahwa jika situasi tidak berubah, kekacauan akan muncul semakin besar.
Atas dasar tersebut, Gereja sebagai salah satu simbol kedamaian sudah seharusnya melaksanakan kewajiban dan kontribusinya demi menjaga ketertiban dan keamanan bangsa. Salah satu kontribusi Gereja yang sangat konkrit adalah dengan meniadakan Ibadah Konvensional dan melaksanakan Ibadah online (Streaming). Meskipun tidak dapat dipungkiri, keputusan ini menimbulkan kontroversi, masih banyak pihak yang beranggapan bahwa dirinya adalah orang sehat dan tidak mungkin menularkan virus. Tetapi fakta tidak bisa berbohong, salah satu gereja di Bandung, Jawa Barat, tetap melaksanakan kegiataan keagamaan yang bersifat masif dan massal, walhasil 226 jemaat disana terindikasikan terkena Virus Covid-19. Membiarkan hal ini atas nama iman bahwa kita tetap ingin beribadah dan melakukan perkumpulan sesame orang percaya merupakan sebuah kecerobohan yang sangat fatal . Bukankah Alkitab yang sama yang mengajarkan iman juga mengajarkan kasih dan kepedulian terhadap sesama?
Apakah Ibadah Online sudah sesuai dengan Alkitab ? Jawaban tersebut akan dijawab oleh argument penulis yang mudah-mudahan bisa membuka pikiran kita semua bahwa Ibadah Online tidak bertentangan dengan ajaran Alkitab.
Pertama, di dalam kitab Yeremia 29:7, dikatakan “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraanya adalah kesejahteraanmu” dalam ayat ini secara jelas sudah dikatakan bahwa, kita harus mengusahakan kesejahteraan di kota dimana kita dibuang, sebab kesejahteraanya adalah kesejahteraan kita juga. Ketika kita tetap egois dan keras kepala, memilih untuk tetap menjalankan ibadah lalu hal itu malah mempermudah penyebaran dan penularan virus Covid-19, bukankah itu sama saja berarti kita tidak memedulikan perintah Tuhan untuk mensejahterakan kota dimana kita berada ? Imbauan dari pemerintah untuk meniadakan perkumpulan untuk sementara waktu, merupakan imbauan yang jelas secara logis maupun medis demi memperlambat penyebaran virus Covid-19, maka sebagai orang Kristen kita harus menaati Imbauan ini, karena kita harus mengusahakan kesejahteraan Kota di mana kita dibuang. Bukankah Roma 13 : 1-7, mengatakan bahwa kitaa harus patuh dan tunduk kepada pemerintah ?
Kedua, Hakikat Gereja, Apa itu Gereja ? mungkin jika pertanyaan ini dilontarkan kepada orang Kristen, akan banyak sekali jawaban yang mengataka bahwa gereja merupakan sebuah gedung yang digunakan umat Kristen untuk beribadah. Padahal kata Gereja sendiri diambil dari bahasa Yunani “Ekklesia” yang bisa diartikan sebagai “Perkumpulan” atau “Orang-orang yang percaya”. Dari pengertian tersebut dapat kita simpulkan bahwa gereja pada dasarnya adalah Perkumpulan orang percaya bukan sebuah gedung, Dapat kita simpulkan bahwa jika Ibadah konvensional ditiadakan dan diganti dengan ibadah online (streaming) sama sekali tidak bertentangan dengan Hakikat dan pengertian Gereja yang sesungguhnya. Gereja adalah orang, bukan Gedung. Persekutuan, bukan sekadar perkumpulan. Tidak dibatasi oleh besarnya jumlah kehadiran, Matius 18:20 mengatakan bahwa “Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”. Jika benar demikian, bukankah persekutuan antar orang percaya dalam skala kecil (antar anggota keluarga atau antar kelompok kecil) juga layak disebut sebagai gereja ?
Ketiga, Hakikat Ibadah, Dengan beribadah secara online (streaming) bukan berarti kita tidak bisa beribadah dengan hikmat kepada Allah. Alkitab mengajarkan bahwa kehadiran Allah lebih penting daripada rumah Allah. Dalam doa penahbisan bait Allah Raja Salomo mengakui bahwa kehadiran Sang Pencipta langit dan bumi tidak mungkin bisa dibatasi dengan bangunan (1Raj. 8:27 dan Kis. 17:24-25). Dan Tuhan ingin mengajarkan bahwa yang terpenting bukanlah persembahan dan kurban, tetapi ketaatan kepada firman Tuhan (1Sam. 15:22).
Dalam hal ini tentu kita perlu menyikapi dengan bijak mengenai himbauan pemerintah, seperti yang diajarkan Tuhan Yesus dalam alkitab bahwa kita belas kasihan terhadap orang lain lebih berharga daripada persembahan (Mat 12 : 7). Dimana jika kita bersikeras untuk tetap melaksanakan ibadah secara langsung di gereja (offline), secara tidak langsung kita lebih memperbesar resiko virus corona lebih berkembang. Hal ini dapat membuat banyak orang dapat berisiko terkena virus ini. Yang terpenting ialah, kita tetap percaya bahwa Tuhan turut campur tangan dalam setiap hal yang terjadi dalam hidup ini untuk mendatangkan kebaikan bagi yang mengasihi-Nya.
Penulis pribadi menganggap bahwa wabah pandemic Corona Covid-19 ini sebagai ajakan Tuhan kepada jemaat-Nya untuk memikirkan ulang hakikat gereja dan ibadah. Banyak gereja mungkin sudah melupakan esensi gereja dan ibadah.Dan menganggap Ibadah sebagai seremonial belaka. Mereka mungkin beranggapan bahwa ibadah yang berkenan kepada Tuhan dibatasi oleh liturgi yang khidmat dan alat musik yang megah. Mari memikirkan ulang semuanya ini dengan pikiran terbuka.
Demikianlah pandangan penulis dalam meninjau kebijakan Gereja merespon pandemi Covid-19, besar harapan penulis agar kiranya Artikel ini bisa menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca dalam melihat kebijakan gereja ditengah-tengah pandemic Covid-19 ini.
“Manusia diciptakan oleh Tuhan yang Maha Esa untuk saling mengasihi satu sama lain, bukan diciptakan Tuhan untuk menggunakan Egonya lalu membenci sesamanya manusia”
-Le Reveur-
Sumber :
Komentar
Posting Komentar