Menjadi Pribadi yang Tangguh
Nama : Alvin Gormantara Tempat, tanggal lahir : 18 April 2001 Jurusan/Angkatan : Akuntasni/2019 |
Menjadi pribadi yang tangguh bukan berarti tidak pernah mengalami hal-hal yang tidak baik. Bukan pula mereka yang tidak pernah mengalami putus asa dan kebingungan hidup. Tangguh bukan berarti terhindar dari masalah dan kesulitan yang menerpa. Tangguh artinya sanggup dan mampu untuk menjalani hidup ini, entah itu suka ataupun duka. Terkadang dalam hidup ini kita sering mengeluh, mudah pasrah dalam situasi sulit, mudah putus asa, merasa Tuhan tidak adil bahkan mungkin kita meninggalkan Tuhan hanya karena merasa harapan atau doa-doa kita belum dikabulkannya.
Kita
tahu bahwa menjadi orang Katolik atau pengikut Tuhan memang banyak tantangan
dan penderitaan. Mengandalkan dan bersandar kepada Tuhan artinya, kita percaya
bahwa pusat kekuatan iman kita bukan terletak di dalam diri kita sendiri.
Mengandalkan dan bersandar kepada Tuhan artinya bahwa kita benar-benar mengakui
bahwa kita ‘bisa’ dan ‘mampu’ semua karena Tuhan. “Kuatkan dan teguhkanlah
hatimu, janganlah takut dan jangan gemetar karena mereka, sebab TUHAN, Allahmu,
Dialah yang berjalan menyertai engkau; Ia tidak akan membiarkan engkau dan
tidak akan meninggalkan engkau" (Ulangan 31:6). Namun mengapa masih
banyak orang yang hanya bergantung pada kepandaian dan pengalaman yang hebat
dalam diri mereka? Semata-mata karena hal duniawi yang mereka tidak dapat
lepaskan?
Dalam tulisan ini, kita akan mencoba
untuk memahami bagaimana menjadi pribadi yang Tangguh dalam iman.
Meneladani Maria, Wanita Sederhana
Tapi Beriman Tangguh
Bicara
tentang iman yang tangguh, hendaknya kita belajar dari Bunda Maria. Sosok Maria
ini memang menjadi salah satu tokoh yang dijadikan model seorang yang beriman
tangguh yang dibicarakan dalam Sinode IV. Sebagaimana kita tahu, Maria adalah
sosok wanita sederhana. Maria dibesarkan di tengah keluarga sederhana, sebuah
keluarga yang tulus beriman kepada Tuhan dan sungguh mengasihi sesama.
Kesederhanaan
dan ketulusan iman dalam keluarganya sungguh membentuk Maria menjadi pribadi
yang juga sangat sederhana, menjadi wanita suci, mencintai sesama dan hidupnya
selalu berpasrah pada kehendak Tuhan. Kepribadian Maria yang demikian, kemudian
menjadikan Maria bagian dari rencana keselamatan manusia oleh Allah saat Maria
dikunjungi Allah melalui Malaikat Gabriel yang membawa berita gembira bahwa dia
akan mengandung dan melahirkan seorang anak.
Maria
kemudian mengungkapkan kesaksian imannya lewat ucapan syukur berikut. “Jiwaku
memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah Juru Selamatku, sebab Ia
telah memperhatikan kerendahan hambaNya. Sesungguhnya, mulai dari sekarang
segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena yang Mahakuasa telah
melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan kuduslah namaNya. RamatNya
turun-temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasaNya dengan
perbuatan tanganNya dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya. Ia
menurunkan orang-orang yang berkuasa dari tahtanya dan meninggikan orang-orang
yang rendah. Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan
menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa, Ia menolong Israel
hambaNya, karena Ia mengingat rahmatNya, seperti yang dijanjikanNya kepada
nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya”
(Lukas 1: 46-56).
Dalam
konteks ini, kita bisa belajar dari Maria, bahwa sesederhana apapun kita, jika
hidup kita sepenuhnya berserah pada kehendak Tuhan, maka Tuhan akan melimpahkan
rahmatNya, bahkan rahmat yang mungkin tak pernah kita duga atau sebuah rahmat
besar yang tak terpikirkan atau terjangkau oleh akal manusia. Hal ini sungguh
dialami oleh Maria.
Untuk
kita sebagai putra-putri Maria, perlu kita belajar dan meneladani Bunda kita
Maria untuk menjadi seorang yang sederhana, rendah hati, mengasihi Allah dan
sesama tanpa syarat serta senantiasa menyerahkan seutuhnya hidup dan kehidupan
ini pada kehendak Tuhan. Di samping itu, kita juga perlu belajar bersaksi
tentang kebesaran Allah seperti Pujian Maria, serta belajar menjadi orang yang
selalu bersyukur.
Maria
juga adalah seorang wanita yang tegar dalam menghadapi berbagai persoalan dan
penderitaan hidup. Dalam sejarah hidupnya, ketika hendak melahirkan Yesus,
Maria mengalami penolakan di tempat yang seharusnya layak untuk melahirkan
seorang anak manusia, namun karena ditolak Maria pun melahirkan Yesus di sebuah
kandang sederhana.
Bahkan
Maria menyaksikan sendiri penghinaan, penderitaan maupun pengorbanan putraNya
hingga wafat di Kayu Salib. Namun, dalam menghadapi semua cobaan dan
penderitaan itu, Maria tidak pernah mengeluh, menyalahkan orang lain atau
mencari-cari kesalahan orang, sebaliknya justru selalu berserah diri dan
mengucapkan syukur kepada Tuhan.
Beriman Yang Tangguh
Menurut
Santo Paulus, keteguhan atau ketangguhan iman itu merupakan proses bisa makin ”bertambah
teguh”. Ketangguhan ini terjadi karena hidup yang berakar dalam Kristus,
dibangun di atas pondasi Kristus, dan karena itu melimpah dengan ucapan syukur.
Santo Paulus mengalami deraan dari luar karena imannya. Ia justru tangguh dari
dalam. ”Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata bahwa
kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami”
(2 Kor 4:7).
Sebenarnya
tantangan dan serangan dari luar tidak akan menggoyahkan kita asalkan kita
tetap berpegang pada iman kepada Allah. ”Kami tidak tawar hati. Tetapi
meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami
dibaharui dari hari ke hari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini,
mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang jauh melebihi segala-galanya, jauh
lebih besar dari pada penderitaan kami.” (2 Kor 4:16-17). Justru
ketangguhan iman sejati berasal dari dalam. Jika dari dalam rapuh, tak usah
digoda dari luar pun akan runtuh dengan sendirinya. Yesus Tuhan kita menyindir
hal ini dengan perumpamaan membangun rumah di atas batu dan di atas pasir (Mat
7:24-27). Orang yang mendengar Dia dan melaksanakan sabda-Nya itulah yang kuat
dari dalam, bagaikan rumah yang didirikan di atas batu.
Secara
lebih pribadi, ketangguhan iman itu diuji dalam kesetiaan suami-isteri yang
mengucapkan janji setia di depan altar, kesetiaan para imam yang berjanji setia
dalam merasul di dunia modern ini sampai mati, kesetiaan anggota-anggota Gereja
dalam melakukan tugas sehari-hari di rumah, di kantor dan dalam masyarakat.
Sejauh mana tahan terhadap godaan harta, kekuasaan, kenikmatan badani,
kemalasan, hidup tidak teratur? Sejauh mana tetap mengarahkan diri pada Kristus
Sang Kebenaran dan Hidup? Kalau perlu menjadi martir, maka memang haruslah
demikian. Pada akhir doa Pengakuan Iman dalam buku ”Kompendium Katekismus
Gereja Katolik” edisi bahasa Latin, ada kalimat ”In hac fide vivere et mori
statuo” yang terjemahan bebasnya ialah, ”Dalam iman yang beginilah saya
hidup dan mati”.
Karakter Kristus Sebagai Pribadi yang
Tangguh
Karakter
manusia yang sebenarnya akan kelihatan ketika dirinya menghadapi masalah. Ya,
hidup ini tak pernah luput dari masalah. Namun, kita harus menyerahkan diri
kita kepada Tuhan. Saat mengalami masa sukar, lihat dan ketahui makna
kebangkitan Yesus. Memiliki karakter yang kuat, tangguh, tegar, stabil, dan
sempurna.
Proses
pembentukan karakter seperti Yesus tidaklah mudah dan diperoleh secara instan.
Sebaliknya, proses tersebut amatlah menyakitkan dan mengancam kehidupan kita.
Disini, Allah meminta kita untuk selalu setia kepada-Nya. Dengan membawa diri
kita ke tempat yang dikehendaki Allah, kita telah mempersembahkan diri kita
kepada-Nya. Roma 8:29 “Sebab semua orang yang dipilih-Nya dari semula,
mereka juga ditentukan-Nya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran
anak-Nya, supaya Ia, Anak-Nya itu, menjadi yang sulung diantara banyak
saudara.” Berikut ialah karakter Kristus sebagai Pribadi yang Tangguh:
Penuh Perhatian, Hidup Miskin dan Sederhana, Berani, Pertimbangan, Tegas,
Berbelas Kasih, Tidak Butuh Ketenaran, Tahan Godaan, Selalu Puas dan Bersyukur,
Pemaaf, Rendah Hati, Penyabar,dan Tulus Hati.
Sebagai penutup, marilah kita
menyadari penyertaan Tuhan dalam hidup dan belajar untuk bersyukur untuk
kekurangan dan kelimpahan yang Tuhan izinkan untuk kita alami. Andalkanlah
Tuhan dan bersandarlah kepadaNya dengan percaya dan yakin bahwa Dia mampu dan
bisa. Percayalah juga bahwa kekuatan yang sebenarnya bukan berpusat pada apa
yang bisa kita lakukan, namun berpusat dan bertumpu kepada apa yang Tuhan bisa
lakukan untuk kita. Kita pun bila setia menjalani Salib hidup kita, percayalah
di suatu waktu kita pasti bisa bangkit dari segala kesesakan dan penderitaan
dan kemuliaanpun akan menjadi milik kita. Kuncinya, kita harus memiliki iman
yang teguh dan senantiasa berserah diri pada kehendak Tuhan dan jangan lupa
bersyukur. Tuhan Yesus memberkati, amin.
Sumber:
Surya. 2018. Meneladani Maria, Wanita
Sederhana Tapi Beriman Tangguh. Diakses pada 6 Oktober 2020, dari https://katedraldenpasar.com/meneladani-maria-wanita-sederhana-tapi-beriman-tangguh/
Harsanto, Dwi Yohanes. 2014. Beriman
dengan Cerdas, Tangguh, Misioner. Diakses pada 6 Oktober 2020, dari https://www.katolisitas.org/beriman-dengan-cerdas-tangguh-misioner/
Komentar
Posting Komentar