Langsung ke konten utama

Renungan Bulan November

 

Me and My Anxiety

Nama : Grace Johanna Leonardo
Tempat, tanggal lahir : Makassar, 22 Maret 2002
Jurusan/angkatan : Akuntansi/2019
Apakah kalian sering membandingkan diri kalian dengan orang lain? Selalu merasa tidak cukup? Dan memercayai hal tersebut, ujung-ujungnya berusaha gila tetapi masih merasa gelisah? Ini adalah gejala-gejala yang saya amati diantara teman-teman terdekat saya yang segenerasi. Tidak tahu dengan teman-teman pembaca, saya juga kerap kali mengalami hal tersebut.

Saya lahir dari kedua orang tua yang terlambat menikah, penekanan pada gap generasi antara saya dan mereka. “Orang dulu-dulu itu hidupnya susah. Sedangkan anak-anak sekarang itu hidupnya enak-enak tapi malas. Mama dan papa itu dulu ya begini…. begitu…” Seiring dengan usia saya yang bertambah, saya menjadi semakin kebal dengan kata-kata itu. Saya memiliki pilihan dan dengan kesadaran saya, saya membiarkan kata-kata itu menghantui saya untuk mengejar target-target tertentu. Jika diingat, mungkin itu alasan mengapa sebagian orang sangat ambisius dan memerlukan perhatian— pada batasan tertentu.

“Kamu harus lebih hebat. Memangnya kamu mau jadi kayak si ***?” Sejujurnya, saya tidak tahu mau menjawab apa ketika mendengar kata-kata seperti itu. Kita menerima bahwa kita adalah anak yang hikmatnya lebih sedikit dan pengalamannya tidak banyak tetapi justru karena itu— kadang sulit bagi saya untuk menerima kata-kata dari orang tua saya sebagai kebenaran. Dan kadang orang tua membacanya sebagai membangkang.

Saya tidak ingin menyalahkan orang tua saya. Mereka sudah berusaha keras dengan keterbatasannya (waktu, pengetahuan, dan tenaga) untuk membuat saya paham dan membuka mata pada dunia orang dewasa. Dan untuk semuanya, saya berterima kasih pada Tuhan atas Anugerah yang adalah mereka. Tetapi di sisi lainnya, metode-metode seperti itu, membuat saya gelisah. Merasa bersalah karena dituduh malas, Takut karena dibandingkan dengan orang lainnya yang gagal. Saya menjadi mesin, membunuh kesenangan dan dengan mental yang lemah mulai menjauhi orang-orang agar tidak merasa lebih gelisah. Yang terutama: saya mulai tidak percaya pada siapapun dan menjadi lebih jauh daripada Tuhan.

Pertanyaannya: apakah itu cara terbaik untuk mengatasi kegelisahan?

Teman-teman bisa mencoba atau merasakan sendiri pengalamannya tetapi dari musim-musim hidup saya dimana saya tidak mengandalkan siapapun terlebih Tuhan: saya menjadi semakin gelisah.

1. Kegelisahan dan Kesuksesan

Apakah dengan berusaha keras membuat saya menjadi orang yang sukses? Mungkin. Tetapi apa arti semua itu jika saya tidak bahagia sendiri? Atau haruskah saya menunggu sukses dulu baru bahagia? Mengajukan pertanyaan ini mungkin dapat membantu teman-teman mengoreksi diri kembali. Jawaban masing-masing adalah dari proses masing-masing.

Bukan berarti kita menjadi orang yang malas dan santai, itu salah besar! Kamu harus berjuang jika mau hidup. Harus menanam jika mau makan nasi. Tetapi gelisah tidak menambahkan hal itu.

“Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” – Amsal 10:22

2. Manusia dan Kepercayaan

Saya belajar dari kegagalan saya dalam upaya memahami produktivitas: saya harus mengerti bahwa saya manusia terbatas dan tidak berusaha melewati limit saya. Melewati limit bukanlah hal yang negatif. Malah adalah hal yang harus kamu lakukan. Tetapi mengandalkan kekuatan sendiri adalah hal yang salah.

Kita percaya bahwa segala hal adalah berasal dari Tuhan— kita beroleh kekuatan dan pengharapan darinya. Kekuatan untuk melewati rintangan, pengharapan bahwa hari esok akan lebih baik. Jika kita di stir oleh rasa gelisah, bukan oleh pengharapan yaitu Janji Tuhan yang selalu terpenuhi, kita tidak akan maju. Kita malah terpenjara dengan pikiran kita sendiri.

Hal terkait ‘limit’ yang juga saya mulai mengerti setelah waktu yang lama yaitu jangan merasa bersalah untuk tidak menjadi sempurna, atau untuk gagal. Percaya bahwa semua manusia memiliki bagiannya. Kamu gagal bukan berarti kamu lebih payah dari si doi. Tuhan itu adil, brow. Ada Amen?

“God is fair.. That were one excels, another falters.” – Empress Cesia wear shorts

3. Mengandalkan Tuhan

"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah"

– Roma 8:28

Pelajaran yang paling berharga yang dapat kita terima adalah: Harapan dalam Tuhan tidak pernah mengecewakan.

Kamu bisa menjalin hubungan dengan siapapun, berapa lamapun, tetapi pasti ada atau akan ada waktu dimana orang itu mengecewakanmu—

“Eh, tetapi? Ada kok waktu-waktu dimana Tuhan gak jawab doakuL Waktu aku gagal, waktu aku pengen banget barang itu, tapi malah gak dikabulin.”

Wetsss! Tunggu dulu. Itu merupakan dua hal yang berbeda.

Manusia mengecewakan kita karena keterbatasan mereka, karena limit mereka. Sama seperti interpretasi saya terhadap teguran orang tua saya, atau doi kalian yang tidak peka sama kode kalian wahihi— itu karena mereka tidak bisa memuaskan semua orang.

Sedangkan kekecewaan yang misalnya seperti doa tidak dikabulkan, bukan karena Tuhan tidak dapat diandalkan. Karena Tuhan adalah Allah segala umat. Juga, apa yang kita inginkan tidak semuanya adalah yang baik dan apa yang Tuhan rancangkan kadang diluar pikiran manusia.

Bisa saja, Tuhan tidak mengizinkan kamu menang karena dia tahu, kamu akan bangkit dan memenangkan pertarungan lebih hebat! Atau cinta kamu bertepuk sebelah tangan, karena Tuhan mendengar kata-kata dibelakang yang tidak kamu dengar!

Jangan pernah meragukanNya seperti kamu tidak mengenalNya. Melainkan, mulai mencari dan mengenali Dia, selagi Ia berkenan dicari!

"Terakhir, saya ingin mengatakan pada teman-teman: saya tidak berada di posisi untuk memberi nasihat karena saya sendiri belum mengalahkan Goliat saya awkwk. Tetapi semoga ini menjadi bahan perenungan. Jangan overthink tetapi belajar untuk percaya dan bersandar pada Tuhan."

Sebagai akhir, saya tutup dengan sebuah quotes:


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun dan Menguatkan

Membangun dan Menguatkan “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25) Dalam menjalani kehidupan ini, tak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang silih berganti. Masalah-masalah yang datang terkadang mampu kita hadapi seorang diri tetapi ada kalanya masalah itu terlalu berat dan kita membutuhkan topangan dari orang lain. Tuhan Yesus sendiri memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individualis. Dalam Kejadian 2:18 berkata “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Firman ini memiliki arti bahwa manusia memang diciptakan memiliki keterkaitan  dengan sesamanya. Kita sebagai manusia meman...

Renungan Bulan Desember

Firman Tuhan Adalah Benih Yang Menghidupkan ( Mzm. 1:1-3 ; Luk. 8:11-15) Mazm. 1:1-3    Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Firman Tuhan adalah makanan rohani orang percaya untuk bertumbuh akan pengenalan kepada Yesus dan kebenaran-Nya. Namun dewasa ini, banyak orang Kristen yang enggan membaca Alkitab dengan berbagai alasan. Padahal, jika kita membaca dalam Mzm. 1:1-3, seharusnya kita senantiasa membaca bahkan merenungkan Firman Tuhan agar kita menjadi orang yang diberkati di dalam Dia. Menjadi orang yang diberkati bukan menjadi tujuan hidup orang yang hidup di dalam Tuhan, melainkan suatu anug...

Review Pendalaman Alkitab

DOA Waktu Pelaksanaan      : Selasa, 12 Oktober 2021 Pemateri                       : Ev. Pieter G. O. Sunkudon Jumlah Peserta             : 47 orang Ayat Alkitab                : Matius 6:5-15      Doa merupakan kebiasaan atau gaya hidup setiap orang percaya sehingga seringkali dikatakan doa sebagai nafas hidup orang percaya. Seringkali kita berdoa tetapi tidak juga didengar atau dibalaskan oleh Tuhan. Hal ini dikarenakan beberapa kesalahan yang kita perbuat ketika berdoa. Dalam Matius 6:5-8, Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam berdoa. Dalam firman Tuhan tersebut, dikatakan bahwa seringkali banyak orang yang berdoa seperti orang munafik yang berdoa di tempat umum untuk dilihat atau dikenal...