Me and My Anxiety
Nama : Grace Johanna Leonardo Tempat, tanggal lahir : Makassar, 22 Maret 2002 Jurusan/angkatan : Akuntansi/2019 |
Saya lahir dari kedua orang tua
yang terlambat menikah, penekanan pada gap
generasi antara saya dan mereka. “Orang dulu-dulu itu hidupnya susah.
Sedangkan anak-anak sekarang itu hidupnya enak-enak tapi malas. Mama dan papa
itu dulu ya begini…. begitu…” Seiring dengan usia saya yang bertambah, saya
menjadi semakin kebal dengan kata-kata itu. Saya memiliki pilihan dan dengan
kesadaran saya, saya membiarkan kata-kata itu menghantui saya untuk mengejar
target-target tertentu. Jika diingat, mungkin itu alasan mengapa sebagian orang
sangat ambisius dan memerlukan perhatian— pada batasan tertentu.
“Kamu harus lebih hebat.
Memangnya kamu mau jadi kayak si ***?” Sejujurnya, saya tidak tahu mau menjawab
apa ketika mendengar kata-kata seperti itu. Kita menerima bahwa kita adalah
anak yang hikmatnya lebih sedikit dan pengalamannya tidak banyak tetapi justru
karena itu— kadang sulit bagi saya untuk menerima kata-kata dari orang tua saya
sebagai kebenaran. Dan kadang orang tua membacanya sebagai membangkang.
Saya tidak ingin menyalahkan
orang tua saya. Mereka sudah berusaha keras dengan keterbatasannya (waktu,
pengetahuan, dan tenaga) untuk membuat saya paham dan membuka mata pada dunia
orang dewasa. Dan untuk semuanya, saya berterima kasih pada Tuhan atas Anugerah yang adalah mereka. Tetapi di
sisi lainnya, metode-metode seperti itu, membuat saya gelisah. Merasa bersalah karena dituduh malas, Takut karena
dibandingkan dengan orang lainnya yang gagal. Saya menjadi mesin, membunuh
kesenangan dan dengan mental yang lemah mulai menjauhi orang-orang agar tidak
merasa lebih gelisah. Yang terutama: saya mulai tidak percaya pada siapapun dan
menjadi lebih jauh daripada Tuhan.
Pertanyaannya: apakah itu cara
terbaik untuk mengatasi kegelisahan?
Teman-teman bisa mencoba atau merasakan sendiri pengalamannya tetapi dari musim-musim hidup saya dimana saya tidak mengandalkan siapapun terlebih Tuhan: saya menjadi semakin gelisah.
1. Kegelisahan dan Kesuksesan
Apakah dengan
berusaha keras membuat saya menjadi orang yang sukses? Mungkin. Tetapi apa arti
semua itu jika saya tidak bahagia sendiri? Atau haruskah saya menunggu sukses
dulu baru bahagia? Mengajukan pertanyaan ini mungkin dapat membantu teman-teman
mengoreksi diri kembali. Jawaban masing-masing adalah dari proses
masing-masing.
Bukan berarti
kita menjadi orang yang malas dan santai, itu salah besar! Kamu harus berjuang
jika mau hidup. Harus menanam jika mau makan nasi. Tetapi gelisah tidak
menambahkan hal itu.
“Berkat TUHANlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya.” – Amsal 10:22
2. Manusia dan Kepercayaan
Saya belajar
dari kegagalan saya dalam upaya memahami produktivitas: saya harus mengerti bahwa
saya manusia terbatas dan tidak berusaha melewati limit saya. Melewati limit
bukanlah hal yang negatif. Malah adalah hal yang harus kamu lakukan. Tetapi
mengandalkan kekuatan sendiri adalah hal yang salah.
Kita percaya
bahwa segala hal adalah berasal dari Tuhan— kita beroleh kekuatan dan
pengharapan darinya. Kekuatan untuk melewati rintangan, pengharapan bahwa hari
esok akan lebih baik. Jika kita di stir oleh rasa gelisah, bukan oleh
pengharapan yaitu Janji Tuhan yang selalu terpenuhi, kita tidak akan maju. Kita
malah terpenjara dengan pikiran kita sendiri.
Hal terkait
‘limit’ yang juga saya mulai mengerti setelah waktu yang lama yaitu jangan
merasa bersalah untuk tidak menjadi sempurna, atau untuk gagal. Percaya bahwa
semua manusia memiliki bagiannya. Kamu gagal bukan berarti kamu lebih payah
dari si doi. Tuhan itu adil, brow. Ada Amen?
“God is fair.. That were one excels, another falters.” – Empress Cesia wear shorts
3. Mengandalkan Tuhan
"Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah"
– Roma 8:28
Pelajaran yang
paling berharga yang dapat kita terima adalah: Harapan dalam Tuhan tidak pernah
mengecewakan.
Kamu bisa
menjalin hubungan dengan siapapun, berapa lamapun, tetapi pasti ada atau akan
ada waktu dimana orang itu mengecewakanmu—
“Eh, tetapi? Ada
kok waktu-waktu dimana Tuhan gak jawab doakuL
Waktu aku gagal, waktu aku pengen banget barang itu, tapi malah gak dikabulin.”
Wetsss! Tunggu
dulu. Itu merupakan dua hal yang berbeda.
Manusia
mengecewakan kita karena keterbatasan mereka, karena limit mereka. Sama seperti
interpretasi saya terhadap teguran orang tua saya, atau doi kalian yang tidak
peka sama kode kalian wahihi— itu karena mereka tidak bisa memuaskan semua
orang.
Sedangkan
kekecewaan yang misalnya seperti doa tidak dikabulkan, bukan karena Tuhan tidak
dapat diandalkan. Karena Tuhan adalah
Allah segala umat. Juga, apa yang kita inginkan tidak semuanya adalah yang
baik dan apa yang Tuhan rancangkan kadang diluar pikiran manusia.
Bisa saja, Tuhan
tidak mengizinkan kamu menang karena dia tahu, kamu akan bangkit dan
memenangkan pertarungan lebih hebat! Atau cinta kamu bertepuk sebelah tangan,
karena Tuhan mendengar kata-kata dibelakang yang tidak kamu dengar!
Jangan pernah
meragukanNya seperti kamu tidak mengenalNya. Melainkan, mulai mencari dan
mengenali Dia, selagi Ia berkenan dicari!
"Terakhir, saya ingin mengatakan pada teman-teman: saya tidak berada di posisi untuk memberi nasihat karena saya sendiri belum mengalahkan Goliat saya awkwk. Tetapi semoga ini menjadi bahan perenungan. Jangan overthink tetapi belajar untuk percaya dan bersandar pada Tuhan."
Sebagai akhir, saya tutup dengan sebuah quotes:
Komentar
Posting Komentar