Salahkah Jika Kita Khawatir?
Pemateri : Pdt. JenniferTanggal : 16 Maret 2021
Pengantar
Hampir setiap orang pernah mengalami kekuatiran dalam hidupnya. Kekuatiran yang paling sederhana yang dirasakan oleh orang tua (orang yang sudah berkeluarga): “Besok, apa yang bisa di makan?” “Bagaimana masa depan anak-anak?” dsb.
Pendalaman Teks Matius 6: 25 – 34
Konteks umat Yahudi pada masa itu adalah mereka berada di bawah penjajahan pemerintahan kekaisaran Romawi, dan mereka hidup dalam situasi/keadaan yang umumnya miskin. Adapun yang kaya biasanya karena mereka bekerja untuk pemerintah Romawi, misalnya pemungut pajak.
Situasi yang lain adalah para bangsawan Romawi umumnya mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya sebagai jaminan kehidupan mereka di masa depan. Akibatnya mereka berfokus pada mengumpulkan harta. Teks Matius 6: 25 – 34 ini merupakan bagian dari pengajaran/khotbah Yesus di bukit.
Ay 25 – 26
Yesus mengetahui situasi yang dialami orang Israel pada waktu itu yang mengalami kekuatiran dalam hidupnya. Ia mengatakan Ay 25 “Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum dan Ki janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai.
Bukankah hidup itu lebih penting daripada makanan dan tubuh lebih penting daripada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?”
Yesus menasehatkan bahwa hidup manusia adalah milik Tuhan, jika Tuhan memberikan hidup kepada manusia, maka manusia tidak perlu kuatir akan hal-hal yang lebih kecil, seperti makanan atau pakaian. Dengan kata lain, kalau Allah bisa memberikan hal yang lebih “besar” kepada manusia apalagi hal-hal yang “kecil.” Allah telah memberikan hidup pada manusia, maka Allah pun akan memeliharanya.
Untuk itu Yesus memberikan gambaran yang alamiah kepada mereka bahwa jika burung-burung dilangit, yang tidak menabur dan menuai, dipelihara oleh Allah, apalagi manusia yang dikasihi Allah. Kalau Tuhan memelihara binatang, apalagi manusia yang telah diangkat menjadi anak-Nya. Namun bukan berarti bahwa manusia tidak perlu bekerja karena burung-burung pun bekerja mencari makanannya.
Ay 27: “Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?”
Kekuatiran tidak akan berguna, keuatiran tidak akan menghasilkan apa-apa, termasuk tidak dapat memperpanjang umur. Bahkan secara medis, kekuatiran yang berlebihan dapat menyebabkan penyakit kepada manusia. Karena itu apa gunanya menjadi terlalu kuatir?
Ay 28 – 31
“Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?”
Yesus kembali memberikan gambaran alami mengenai pemeliharaan Tuhan terhadap alam. Ia memberikan contoh bunga bakung di ladang yang tumbuh tanpa bekerja bahkan diberi keindahan. Bahkan keindahannya melebihi pakaian Raja Salomo (yang terkenal dengan kekayaan, pakaian indah dan megah). Karena itu Yesus menguatkan bahwa jika bunga-bunga atau rumput-rumput dapat hidup dengan pemeliharaan Tuhan, maka terlebih anak-anak-Nya, [yang kadang kala kurang percaya kepada pemeliharaan Bapa].
Ay 32: “Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.”
Kekuatiran akan hidup dan masa depan, mengumpulkan harta sebanyak- banyaknya untuk jaminan masa depan hanya dilakukan oleh orang-orang yang tidak mengenal Allah. Kekuatiran akan masa depan semestinya tidak dialami oleh umat Allah, karena Allah tahu apa yang menjadi kebutuhan anak-anak-Nya. Contoh dari pemeliharaan Tuhan ini pada dasarnya telah dialami oleh nenek moyang orang Israel dalam perjalanan di Padang Gurun: Allah memelihara mereka dengan manna. Pengalaman itu seharusnya tidak membuat mereka kuatir, hanya orang/bangsa yang tidak mengalami pengalaman itu yang bisa saja mengalami kekuatiran. Karena itu semestinya sebagai anak Allah (Umat Allah) semestinya tidak kuatir.
Namun bukan berarti bahwa umat Tuhan boleh berpangku tangan dan tidak bekerja. Manusia tetap harus bekerja (2 Tes 3: 10). Bekerja dan kuatir adalah hal yang berbeda.
Ay 33: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.”
Hal terpenting dan terutama yang harus dilakukan oleh umat Allah adalah “mencari Kerajaan Allah dan Kebenarannya.” Kerajaan Allah dan kebenarannya daapt dipahami sebagai kuasa/otoritas Allah dalam kehidupan manusia: Allah yang memerintah hidup manusia. Untuk itu perlu mencari dan menaati apa yang menjadi kehendak Tuhan bagi kehidupan manusia.
Hadirnya kerajaan Allah ditandai dengan: Kasih, sukacita, damai sejahtra, keadilan. Karena itu, sebagai umat Tuhan, sebagai orang yang percaya kepada Kristus, kita harus terlebih dahulu mengasihi (bdk Mat 22: 37 - 40), dan bersikap adil dalam hidup kita, dsb. Barulah setelah hal terutama dilakukan, maka hal-hal yang lain akan diberikan Tuhan. Dengan kata lain, mendahulukan hal-hal rohani (ketaatan kepada Tuhan) daripada hal jasmani.
Ay 34: “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
Setiap hari punya tantangan masing-masing, dan semua itu dapat dilalui dengan pertolongan Tuhan. Jadi tidak perlu mengkuatirkan terlalu jauh hal- hal yang belum terjadi. Terkadang dalam hidup kita, oleh karena kekuatiran akan sesuatu hal di masa akan datang, akhirnya kita menjadi stress dan melupakan bahwa ada hari ini yang masih harus dilalui. Para bangsawan Romawi mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya karena mereka kuatir akan masa depan mereka. Mereka menganggap bahwa dengan harta yang melimpah di masa akan datang hidup mereka akan bahagia. Mereka menganggap bahwa kebahagiaan akan datang hanya jika mereka memiliki harta yang berlimpah.
Penutup
Teks ini tidak berarti “jangan pikirkan masa depan” tentu saja setiap orang perlu mempersiapkan masa depan dengan baik. Belajar dengan serius bagi anak sekolah/mahasiswa, menabung untuk masa depan, bekerja untuk menggapai cita-cita. Namun seharusnya semua itu dilakukan dengan menyerahkan diri secara penuh kepada Tuhan, mempercayakan cita-cita kepada Tuhan (berserah – bukan menyerah). Sebagai manusia kita tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok, namun teks ini mengajarkan kita untuk menyerahkan/ memasrahkan hidup kita hanya kepada Tuhan. Dalam pada itu tetap hidup dalam ketaatan kepada Tuhan. Allah telah memberikan keselamatan dalam Yesus Kristus, maka tentu saja hal-hal lain yang lebih sederhana akan Ia berikan.
Komentar
Posting Komentar