Langsung ke konten utama

Rubrik Katolik Bulan April 2021

Hierarki Dalam Gereja Katolik

Nama : Wiratama Parindingan
Tempat, tanggal lahir : Kendari, 6 September 2001
Jurusan/angkatan : Akuntansi/2020


Gereja adalah sebuah institusi atau lembaga yang muncul karena adanya rasa percaya terhadap sesuatu yang diimani. Iman adalah Wahyu Allah yang turun ke manusia melalui berbagai macam cara kepada orang-orang tertentu yang dipercaya Allah untuk melihat wahyu tersebut. Wahyu ini dibawa dengan perantaraan Roh Kudus, itulah sebabnya wahyu ini sangat halus artinya seseorang yang dipercayakan menerima wahyu Allah boleh menolak untuk menerimanya serta jika orang tersebut menerimanya, orang tersebut dapat menafsirkannya sesuai kehendak wahyu tersebut. Inilah yang menjadi penyebab mengapa ada begitu banyak agama di bumi, karena setiap penerima wahyu memiliki penafsiran berbeda dari wahyu tersebut. Namun, inti dari Wahyu tersebut adalah keselamatan bagi seluruh umat manusia. Kebenaran menjadi tolak ukur dalam suatu agama, maka dari itu setiap agama selalu mencari kebenaran tanpa hentinya. 

Dalam Gereja Katolik, kebenaran ini menjadi tugas bagi para hierarki Gereja. Para hierarki Gereja harus mampu menuntun umatnya agar tetap berada pada jalan kebenaran sesuai dengan kehenda Yesus sendiri sejak perjanjiannya kepada umat-Nya. Ini merupakan fungsi khusus Gereja yang hanya diemban oleh para hierarki, agar Tubuh Kristus dapat terbangun dalam kehidupan semua umat (LG 31). Dalam hierarki ini terdapat corak khusus yang hanya dijalani oleh para kaum biarawan-biarawati, serta ada corak khusus pula yang hanya dijalani oleh para kaum awam. Namun inti dari seluruh pola hidup ini adalah sikap saling mendukung dan saling membantu dalam membangun iman terhadap Yesus di tengah kemajemukan prinsip hidup manusia.

1. Hierarki

Gereja Katolik memiliki ciri yang khusus yaitu satu, kudus, Katolik, dan apostolik. Gereja ini disusun dan diatur dalam bentuk seperti negara serikat, namun lebih terkhusus sebagai sebuah serikat yang terdiri atas hierarki (LG 8). Menurut ajaran resmi Gereja Katolik, struktur hierarkis  termasuk dalam hakikat kehidupan manusia. Dengan demikian, atas ketetapan ilahi maka ditunjuklah para usukup untuk menggantikan para rasul sebagai gembala Gereja yang telah menjadi tugas pokok para rasusl dahulu ketika Yesus telah naik ke surga. Dalam konsili ditetapkan bahwa Yesus Kristus, sebagai Gembala Agung, telah memilih para rasul untuk membangun Gereja di bumi ini. Para rasul telah menjadi utusan Allah. Lalu, karena sifat manusia yang tidak bisa hidup kekal, maka dibutuhkanlah penerus Gereja Allah di bumi. Para Uskup merupakan penerus para rasul dalam membimbing Gereja di bumi hingga akhir zaman tiba.

Strutur hierarki bukanlah sesuatu yang ditambahkan atau dikembangkan dalam Gereja saja. Dalam ajaran Konsili Vatikan II, struktur hierarkis merupakan kehendak Tuhan sendiri dan akhirnya berasal dari Tuhan juga. Artinya para hierarkis merupakan orang-orang yang memang telah dipilih Allah menjadi tangan kanan-Nya di bumi dalam membimbing umat-Nya menuju jalan Kerajaan Surga. Namun tidak semua orang Kristen dapat menerima ajaran Gereja Katolik ini karena perbedaan paham dalam menjalankan Gereja. Struktur hierarki sebenarnya menjadi kendala yang besar dalam menyatukan seluruh umat Kristen.

Struktur hierarkis Gereja Katolik saat ini terdiri atas dewan para uskup dengan Paus menjadi pemimpinnya, dan para kaum terthabis lainnya seperti para imam/pastor, dan diakon. Dalam Kitab Suci belum dikenal adanya struktur seperti Uskup, imam, dan diakon. Peran Petrus di antara para rasul pun belum sama dengan kedudukan Paus sekarang ini. Maka muncul pernyataan atas penetapan ilahi para uskup menggantikan para rasul yang wajib dan harus dimengerti oleh orang umum mengenai hierarki Gereja Katolik. Arti dari penyataan diatas adalah kegiatan dan cara hidup Yesus yang membuat kelompok orang lalu berkembang menjadi sebuah Gereja, hal ini sudah tertulis dalam Kisah Para Rasul kemudian tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini. Proses dari perkembagan Gereja Katolik itu tampak nyata dalam Gereja Perdana atau kerap dikenal Gereja Para Rasul, yaitu Gereja yang mengarang atau membuat Kitan Suci Perjanjian Baru. Jadi, dalam kurun waktu antara kebangkitan Yesus hingga kemartiran St. Ignatius dari Anthiokia pada awal abad kedua, secara prinsip mulai terbentuk hierarki Gereja seperti sekarang ini.

Berikut adalah Hierarki dalam Gereja Katolik:

1) Dewan Para Uskup

Pada akhir zama Gereja Perdana, istilah uskup sudah  mulai diterima secaa umum dimana para uskup merupakan pengganti para rasul, seperti yang telah diajarkan dalam Konsili Vatikan II (LG 20). Namun hali itu tidak berarti bahwa hanya terdapat dua belas uskup (dua belas rasul).  Rasul tidak berganti satu per satu dari orang lain untuk menjadi uskup, tetapi kalangan para rasul sebagai pemimpin Gereja diganti oleh kalangan para uskup. Dalam Konsili Vatikan II disebutkan: “ Para rasul dibentuk menjadi semacam badan arau dewan yang tetap. Dan seperti St. Petrus dan para rasul lainnya atas penetapan Tuhan merupakan suatu Dewan para rasul, begitu pula Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, bersama para uskup, pengganti para rasul, merupakan himpunan yang serupa” (LG 20; 22).

Secara tegasnya, Dewan para uskup menggantikan Dewan para rasul yang dulu terbentuk dari dua belas rasul. Yang menjadi pimpinan Gereja adalah dewan para Uskup. Seseorang menjadi uskup, terjadi karena diterima oleh Dewan para uskup. Itulah tahbisan uskup, dimana seseorang menjadi anggota Dewan para uskup dengan menerima tahbisan sakramental dan berdasarkan persekutuan hierarkis. Sebagai lambang yang bersifat kolegial, tahbisan uskup selalu dilakukan paling sedikit tiga uskup, karena tahbisan uskup berarti seorang anggota baru diterima ke dalam Dewan para uskup (LG 21). 

Uskup adalah pemimpin gereja setempat. Namun dalam persekutuan Gereja-geraja setempat, hiduplah Gereja Universal. Dalam persekutuan dengan uskup-uskup yang lain, para uskup setempat menjadi pimpinan Gereja Universal. Sifat dari Gereja Katolik yang satu dan apostolik ini, terlihat dalam kedudukan dan fungsi para uskup setempat sebagai pemimpin Gereja lokal dan anggota dari Dewan para uskup.

2) Paus

Dalam keterangan mengenai Dewan para uskup, Konsili menegaskan: “Adapun Dewan para uskup hanyalah berwibawa, bila bersatu dengan Imam Agung di Roma, pengganti Petrus, sebagai kepalanya dan selama kekuasaan Primatnya terhadap semua, baik para Gembala maupun kaum beriman, tetap berlaku seutuhnya. Sebab Imam Agung di Roma berdasarkan tugasnya sebagai Wakil Kristus atau Gembala Gereja semesta, memiliki kuasa penuh, tertinggi dan universal terhadap Gereja dan kuasa itu dapat dijalankannya dengan bebas” (LG 22).

Penegasan ini didasarkan bahwa Yesus Kristus mengangkat St. Petrus menjadi ketua para rasul. Paus adalah pengganti St. Petrus, sekaligus menjadi pemimpin para uskup/Dewan para uskup. Paus menjadi pengganti Petrus hal ini sudah sesuai dengan tradisi dahulu dimana Petrus merupakan uskup Roma yang pertam. Perlu diingat Gereja Katolik bertahan dan memiliki ciri khas dari gereja lain karena adanya Tradisi yang tetap dipertahankan. Oleh karena itu Roma selalu dijadikan sebagai pusat dan pedoman seluruh Gereja. Makan menurut keyakinan tradisi, Uskup Roma itu menjadi pengganti Petrusm bukan hanya uskup lokal (Roma) melainkan juga sebagai ketua dan pimpinan Gereja tertinggi. Paus adalah uskup Roma, dan sebagai uskup Roma ia adalah pengganti Petrus. Dengan tugas dan kuasa yang serupa seperti Petrus. Hal penting dalam penyataan ini bukanlah kedudukannya di Roma, sebab Paus sendiri adalah pimpinan  Gereja Universal. Hubungannya dengan Petrus dilambagkan dengan kedudukannya sebagai uskup Roma.

3) Uskup

Pada dasarnya paus sendiri adalah seorang uskup juga. Kekhususannya sebagai paus, bahwa dia menjadi ketua dari Dewan para uskup. Sedangkan kekhususan para uskup adalah mereka selalu berkarya dalam persekutuan dengan uskup-uskup lainnya dan mengakui Paus sebagai pemimpin tertinggi mereka. Karya seorang Uskup dicantumkan dalam Konsili Vatikan II, para uskup menjadi wujud nyata yang memperlihatkan hadirnya Gereja dalam umat dan menjadi lambang persatuan umat. 

Tugas Pokok seorang uskup adalah pemersatu. Tugas hierarki yang pertama dan utama adalah mempersatukan dan mempertemukan umat. Tugas itu boleh disebut sebagai tugas kepemimpinan dan para uskup dalam arti sesungguhnya disebut sebagai pembesar umat yang mereka bimbing. Tugas pemersatu ini selanjutnya dibagi menjadi tiga tugas khusus menurut bidang kehidupan Gereja, yaitu pewartaan, perayaan, dan pelayanan. Diantara ketiga tugas khusus tersebut, tugas pewartaan menjadi yang utama. Selanjutnya uskup diberikan tugas untuk melakukan persembahan atau perayaan sebagaimana yang telah diatur oleh Gereja. Lalu para uskup membimbing umatnya dengan berbagi petunjuk, nasihatm dan teladan hidup mereka yang dipenuhi kewibawaan dan kuasa suci. Inti dari ketiga tugas khusus ini adalah uskup bertindak sebagai pemersatu yang mempertemukan setiap orang dalam komunikasi iman.

4) Imam dan diakon

Uskup sebagai pemimimpin Gereja lokal atau Gereja setempat pastinya memiliki tugas yang sangat berat dan banyak, maka dari itulah dibutuhkan peran pembantunya yang disebut imam/pastor dan diakon. Sebelum Konsili Vatikan II banyak orang berpendapat bahwa dengan tahbisan imam seseorang sudah menerima kepenuhan imamat, sedangkan tahbisan uskup  hanya sebagai upacara administratif saja. Ajaran Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa dengan tahbisan uskup maka diterima kepenuhan sakramen imamt, yakni disebut sebagai imamat tertinggi, keseluruhan pelayanan suci (LG 21). Kepenuhan imamat tidak melalui tahbisan imam, tetapi melalui tahbisan uskup.

Pada zama dahulu, peran uskup disamakan dengan seorang pastor dan wilayah pelayanannya tidak sebesai sekarang ini, sehingga peran imam-imam tidak begitu nampak. Namun seiring perkembangan zaman, wilayah keuskupan menjadi semakin besar, maka dari itu dibutuhkan peran imam-imam/pastor untuk membantu Uskup dalam merawat dan memeliharan iman umat. Dengan perkembangan demikian para pastor menjadi wakil uskup. Tugas pokok para imam sama seperti para uskup, mereka ditahbisakan menjadi imam/pastor untuk mewartakan Injil di seluruh wilayah  serta mengembalakan umat beriman, dan merayakan ibadah-ibadah sesuai anjuran Gereja.

Pada tingkat yang lebih rendah dari hierarki ada peran Diakon. Para diakon tetap mendapat tahbisan dari uskup, namun tugas pokok mereka tidak sama dengan para pastor. Para diakon lebih mengutamakan pelayanan. Mereka tetap disebut sebagai pembantu uskup. Dalam jajaran pembantu uskup teradapa dua jenis: pembantu umum disebut imam/pastor dan pembantu khusus disebut diakon. Mereka memiliki tugas yang terbatas dan tidak sama dengan para imam. Diakon juga tetap masuk dalam hierarki, maka dari itu tetap menjalankan tugas kepemimpinan. Namun di zaman sekarang ini, cukup sulit untuk memberikan tugas khusus atau merincikan tugas khusus dari para diakon karena tugas para diakon sudah dilakukan oleh imam dan kaum awam (umat beriman). Maka dari itu tidak banyak yang ditahbiskan menjadi diakon atau sebatas diakon saja


Sumber bacaan:

Buku Iman Katolik

Lumen Gentium (LG)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun dan Menguatkan

Membangun dan Menguatkan “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25) Dalam menjalani kehidupan ini, tak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang silih berganti. Masalah-masalah yang datang terkadang mampu kita hadapi seorang diri tetapi ada kalanya masalah itu terlalu berat dan kita membutuhkan topangan dari orang lain. Tuhan Yesus sendiri memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individualis. Dalam Kejadian 2:18 berkata “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Firman ini memiliki arti bahwa manusia memang diciptakan memiliki keterkaitan  dengan sesamanya. Kita sebagai manusia meman...

Renungan Bulan Desember

Firman Tuhan Adalah Benih Yang Menghidupkan ( Mzm. 1:1-3 ; Luk. 8:11-15) Mazm. 1:1-3    Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Firman Tuhan adalah makanan rohani orang percaya untuk bertumbuh akan pengenalan kepada Yesus dan kebenaran-Nya. Namun dewasa ini, banyak orang Kristen yang enggan membaca Alkitab dengan berbagai alasan. Padahal, jika kita membaca dalam Mzm. 1:1-3, seharusnya kita senantiasa membaca bahkan merenungkan Firman Tuhan agar kita menjadi orang yang diberkati di dalam Dia. Menjadi orang yang diberkati bukan menjadi tujuan hidup orang yang hidup di dalam Tuhan, melainkan suatu anug...

Review Pendalaman Alkitab

DOA Waktu Pelaksanaan      : Selasa, 12 Oktober 2021 Pemateri                       : Ev. Pieter G. O. Sunkudon Jumlah Peserta             : 47 orang Ayat Alkitab                : Matius 6:5-15      Doa merupakan kebiasaan atau gaya hidup setiap orang percaya sehingga seringkali dikatakan doa sebagai nafas hidup orang percaya. Seringkali kita berdoa tetapi tidak juga didengar atau dibalaskan oleh Tuhan. Hal ini dikarenakan beberapa kesalahan yang kita perbuat ketika berdoa. Dalam Matius 6:5-8, Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam berdoa. Dalam firman Tuhan tersebut, dikatakan bahwa seringkali banyak orang yang berdoa seperti orang munafik yang berdoa di tempat umum untuk dilihat atau dikenal...