Langsung ke konten utama

Rubrik Katolik Bulan Maret 2022

 

MENGAPA ADA CORPUS DI SALIB KATOLIK?


Nama : Kristina Pina
Jurusan : Akuntansi 2019

"Orang Yahudi menuntut tanda dan orang Yunani mencari hikmat,” kata Rasul Paulus, “Tetapi kami memberitakan Kristus yang tersalib. Suatu sandungan bagi orang Yahudi dan kebodohan bagi orang bukan Yahudi, tetapi bagi mereka yang dipanggil… Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah!” (1Kor 1:22-24) Bahkan dengan lebih tegas Rasul Paulus melanjutkan, “Aku memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan…” (1Kor 2:2). Kristus yang tersalib. Itulah yang menjadi inti pewartaan Rasul Paulus. Tentu, ini tidak berarti bahwa ia tidak percaya Tuhan Yesus telah bangkit, sebab Paulus juga berkata, “Jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan kamu” (1Kor 15:14). Maka, pemberitaan Kristus yang tersalib, sesungguhnya bertujuan mengingatkan kita semua, akan betapa mahal harga yang harus dibayar oleh Kristus Tuhan kita, sebelum Ia bangkit dari kematian-Nya, untuk melepaskan kita—umat manusia—dari ikatan dosa dan maut. Di kayu salib itu, Yesus menggenapi apa yang dikatakan-Nya sendiri kepada para murid-Nya, “Tiada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).

Maka, Gereja Katolik tidak dapat tidak, untuk mewartakan hal yang sama. Di setiap gedung-gedung gereja Katolik, dan rumah umat Katolik, bahkan dikenakan di leher orang Katolik, ada salib yang padanya tergantung suatu penggambaran tubuh atau ‘corpus’ Kristus yang tersalib. Ini menjadi suatu tanda bukti, betapa Gereja dengan setia mengenangkan pengorbanan Kristus, yang dengan salib suci-Nya, telah menebus dunia. “Apakah yang terjadi pada Injil dan pada Kekristenan, jika tanpa Salib Kristus, tanpa kurban penderitaan-Nya?” tanya Paus Paulus VI. “Itu akan menjadi sebuah Injil, sebuah Kekristenan, tanpa Penebusan dosa, tanpa Penyelamatan; sebuah Penebusan dan Penyelamatan yang tentangnya—kita harus mengakuinya di sini dengan ketulusan yang tak dapat dikurangi—kita mutlak membutuhkannya. Tuhan telah menebus kita dengan Salib itu, dengan kematian-Nya. Ia telah memberikan kita kembali, hak untuk hidup…” (Paus Paulus VI, Khotbah, 24 Maret 1967). Dengan memandang kepada Salib Kristus, kita  diingatkan akan begitu kejamnya dosa—termasuk dosa-dosa kita—yang membuat-Nya sampai tergantung di sana. Namun juga, kita diyakinkan akan kasih Allah yang tiada bertepi, yang membuat-Nya mau menebus dosa kita, sampai menumpahkan darah-Nya sehabis-habisnya. Penderitaan dan wafat-Nya juga mendorong kita untuk tetap tabah dalam menghadapi berbagai tantangan dan kesulitan hidup sampai akhir hayat, sebab kita percaya, bahwa Tuhan Yesus menyertai kita. Ia telah terlebih dahulu melalui segala derita, untuk sampai kepada kemuliaan-Nya. Kitapun akan sampai ke sana, jika kita setia dan rela memikul salib kehidupan kita.

Namun tak dapat dipungkiri, bahwa penggambaran Kristus yang tersalib kadang mengundang rasa curiga dari sejumlah orang yang mempertentangkan penggambaran itu dengan firman Tuhan yang kita baca hari ini di Bacaan Pertama. Di sana disampaikan bahwa Tuhan melarang orang Israel untuk membuat patung yang menyerupai apapun yang ada di langit, di bumi maupun di bawah bumi (lih. Kel 20:4). Namun Gereja Katolik tidak mengartikan ayat itu terlepas dari ayat-ayat yang lain dalam Kitab Suci. Ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya, yaitu bahwa  kita tidak boleh mempunyai allah lain di hadapan Tuhan. Sebab pada zaman kitab itu ditulis, bangsa Israel kerap membuat patung dan menjadikan patung itu sebagai allah lain di hadapan Allah. Mereka menjadikan patung anak lembu emas menjadi allah mereka (lih. Kel 32). Maka tentu Allah tidak berkenan. Namun jika patung dibuat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dan tidak disembah sebagai allah lain, hal itu tidak dilarang. Bahkan Allah sendiri memerintahkannya, seperti pada saat Ia menyuruh bangsa Israel untuk membuat patung kerub (malaikat) untuk diletakkan di atas tabut perjanjian (lih. Kel 25:18-22). Di Perjanjian Baru, Allah sendiri memperbaharui perintah-Nya tentang hal ini, dengan menjadikan Kristus “gambar dari Allah yang tidak kelihatan” (Kol 1:15). Maka Gereja Katolik hanya mengikuti teladan dari Allah sendiri, untuk membuat gambaran Kristus, yang adalah gambaran Allah. Bukti peninggalan dari Gereja perdana juga menunjukkan hal ini. Mereka membuat gambar-gambar dan simbol Yesus di dinding-dinding katakomba (gereja bawah tanah), di mana mereka beribadah. Tentu mereka tidak menduakan Allah dengan gambar-gambar itu. Hal itu justru menunjukkan kesatuan mereka dengan Kristus sehingga walaupun dianiaya karena mengimani Kristus, mereka lebih memilih mati daripada meninggalkan Dia. Mereka mengikuti jejak Kristus yang tersalib untuk sampai kepada kehidupan kekal.

Melalui cermin di hadapanku, kupandang salib Kristus itu yang menggantung di leherku. “Ya, Tuhan Yesus, terima kasih untuk pengorbanan-Mu. Kumohon rahmat-Mu agar aku boleh tetap setia sampai akhir, untuk mengimani Engkau yang disalibkan untukku dan seluruh dunia, demi menebus dosa-dosa kami.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Membangun dan Menguatkan

Membangun dan Menguatkan “Dan marilah kita saling memperhatikan supaya kita saling mendorong dalam kasih dan dalam pekerjaan baik. Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat.” (Ibrani 10:24-25) Dalam menjalani kehidupan ini, tak dapat dipungkiri bahwa masalah bisa saja datang silih berganti. Masalah-masalah yang datang terkadang mampu kita hadapi seorang diri tetapi ada kalanya masalah itu terlalu berat dan kita membutuhkan topangan dari orang lain. Tuhan Yesus sendiri memang menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dan bukan makhluk individualis. Dalam Kejadian 2:18 berkata “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia.” Firman ini memiliki arti bahwa manusia memang diciptakan memiliki keterkaitan  dengan sesamanya. Kita sebagai manusia meman...

Renungan Bulan Desember

Firman Tuhan Adalah Benih Yang Menghidupkan ( Mzm. 1:1-3 ; Luk. 8:11-15) Mazm. 1:1-3    Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. Firman Tuhan adalah makanan rohani orang percaya untuk bertumbuh akan pengenalan kepada Yesus dan kebenaran-Nya. Namun dewasa ini, banyak orang Kristen yang enggan membaca Alkitab dengan berbagai alasan. Padahal, jika kita membaca dalam Mzm. 1:1-3, seharusnya kita senantiasa membaca bahkan merenungkan Firman Tuhan agar kita menjadi orang yang diberkati di dalam Dia. Menjadi orang yang diberkati bukan menjadi tujuan hidup orang yang hidup di dalam Tuhan, melainkan suatu anug...

Review Pendalaman Alkitab

DOA Waktu Pelaksanaan      : Selasa, 12 Oktober 2021 Pemateri                       : Ev. Pieter G. O. Sunkudon Jumlah Peserta             : 47 orang Ayat Alkitab                : Matius 6:5-15      Doa merupakan kebiasaan atau gaya hidup setiap orang percaya sehingga seringkali dikatakan doa sebagai nafas hidup orang percaya. Seringkali kita berdoa tetapi tidak juga didengar atau dibalaskan oleh Tuhan. Hal ini dikarenakan beberapa kesalahan yang kita perbuat ketika berdoa. Dalam Matius 6:5-8, Tuhan Yesus mengajarkan bagaimana seharusnya sikap seseorang dalam berdoa. Dalam firman Tuhan tersebut, dikatakan bahwa seringkali banyak orang yang berdoa seperti orang munafik yang berdoa di tempat umum untuk dilihat atau dikenal...