MENGAPA ADA CORPUS DI SALIB KATOLIK?
"Orang
Yahudi menuntut tanda dan orang Yunani mencari hikmat,” kata Rasul Paulus,
“Tetapi kami memberitakan Kristus yang tersalib. Suatu sandungan bagi orang
Yahudi dan kebodohan bagi orang bukan Yahudi, tetapi bagi mereka yang
dipanggil… Kristus adalah kekuatan dan hikmat Allah!” (1Kor 1:22-24) Bahkan
dengan lebih tegas Rasul Paulus melanjutkan, “Aku memutuskan untuk tidak
mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang
disalibkan…” (1Kor 2:2). Kristus yang tersalib. Itulah yang menjadi inti
pewartaan Rasul Paulus. Tentu, ini tidak berarti bahwa ia tidak percaya Tuhan
Yesus telah bangkit, sebab Paulus juga berkata, “Jika Kristus tidak
dibangkitkan, maka sia-sialah pemberitaan kami dan sia-sialah juga kepercayaan
kamu” (1Kor 15:14). Maka, pemberitaan Kristus yang tersalib, sesungguhnya
bertujuan mengingatkan kita semua, akan betapa mahal harga yang harus dibayar
oleh Kristus Tuhan kita, sebelum Ia bangkit dari kematian-Nya, untuk melepaskan
kita—umat manusia—dari ikatan dosa dan maut. Di kayu salib itu, Yesus
menggenapi apa yang dikatakan-Nya sendiri kepada para murid-Nya, “Tiada kasih
yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya” (Yoh 15:13).
Maka,
Gereja Katolik tidak dapat tidak, untuk mewartakan hal yang sama. Di setiap
gedung-gedung gereja Katolik, dan rumah umat Katolik, bahkan dikenakan di leher
orang Katolik, ada salib yang padanya tergantung suatu penggambaran tubuh atau
‘corpus’ Kristus yang tersalib. Ini menjadi suatu tanda bukti, betapa Gereja
dengan setia mengenangkan pengorbanan Kristus, yang dengan salib suci-Nya,
telah menebus dunia. “Apakah yang terjadi pada Injil dan pada Kekristenan, jika
tanpa Salib Kristus, tanpa kurban penderitaan-Nya?” tanya Paus Paulus VI. “Itu
akan menjadi sebuah Injil, sebuah Kekristenan, tanpa Penebusan dosa, tanpa
Penyelamatan; sebuah Penebusan dan Penyelamatan yang tentangnya—kita harus
mengakuinya di sini dengan ketulusan yang tak dapat dikurangi—kita mutlak membutuhkannya.
Tuhan telah menebus kita dengan Salib itu, dengan kematian-Nya. Ia telah
memberikan kita kembali, hak untuk hidup…” (Paus Paulus VI, Khotbah, 24 Maret
1967). Dengan memandang kepada Salib Kristus, kita diingatkan akan begitu kejamnya dosa—termasuk
dosa-dosa kita—yang membuat-Nya sampai tergantung di sana. Namun juga, kita
diyakinkan akan kasih Allah yang tiada bertepi, yang membuat-Nya mau menebus
dosa kita, sampai menumpahkan darah-Nya sehabis-habisnya. Penderitaan dan
wafat-Nya juga mendorong kita untuk tetap tabah dalam menghadapi berbagai
tantangan dan kesulitan hidup sampai akhir hayat, sebab kita percaya, bahwa
Tuhan Yesus menyertai kita. Ia telah terlebih dahulu melalui segala derita,
untuk sampai kepada kemuliaan-Nya. Kitapun akan sampai ke sana, jika kita setia
dan rela memikul salib kehidupan kita.
Namun
tak dapat dipungkiri, bahwa penggambaran Kristus yang tersalib kadang
mengundang rasa curiga dari sejumlah orang yang mempertentangkan penggambaran
itu dengan firman Tuhan yang kita baca hari ini di Bacaan Pertama. Di sana
disampaikan bahwa Tuhan melarang orang Israel untuk membuat patung yang
menyerupai apapun yang ada di langit, di bumi maupun di bawah bumi (lih. Kel
20:4). Namun Gereja Katolik tidak mengartikan ayat itu terlepas dari ayat-ayat
yang lain dalam Kitab Suci. Ayat tersebut berkaitan dengan ayat sebelumnya,
yaitu bahwa kita tidak boleh mempunyai
allah lain di hadapan Tuhan. Sebab pada zaman kitab itu ditulis, bangsa Israel
kerap membuat patung dan menjadikan patung itu sebagai allah lain di hadapan
Allah. Mereka menjadikan patung anak lembu emas menjadi allah mereka (lih. Kel
32). Maka tentu Allah tidak berkenan. Namun jika patung dibuat untuk
mengarahkan hati kepada Tuhan dan tidak disembah sebagai allah lain, hal itu tidak
dilarang. Bahkan Allah sendiri memerintahkannya, seperti pada saat Ia menyuruh
bangsa Israel untuk membuat patung kerub (malaikat) untuk diletakkan di atas
tabut perjanjian (lih. Kel 25:18-22). Di Perjanjian Baru, Allah sendiri
memperbaharui perintah-Nya tentang hal ini, dengan menjadikan Kristus “gambar
dari Allah yang tidak kelihatan” (Kol 1:15). Maka Gereja Katolik hanya
mengikuti teladan dari Allah sendiri, untuk membuat gambaran Kristus, yang
adalah gambaran Allah. Bukti peninggalan dari Gereja perdana juga menunjukkan
hal ini. Mereka membuat gambar-gambar dan simbol Yesus di dinding-dinding
katakomba (gereja bawah tanah), di mana mereka beribadah. Tentu mereka tidak
menduakan Allah dengan gambar-gambar itu. Hal itu justru menunjukkan kesatuan
mereka dengan Kristus sehingga walaupun dianiaya karena mengimani Kristus,
mereka lebih memilih mati daripada meninggalkan Dia. Mereka mengikuti jejak
Kristus yang tersalib untuk sampai kepada kehidupan kekal.
Melalui
cermin di hadapanku, kupandang salib Kristus itu yang menggantung di leherku.
“Ya, Tuhan Yesus, terima kasih untuk pengorbanan-Mu. Kumohon rahmat-Mu agar aku
boleh tetap setia sampai akhir, untuk mengimani Engkau yang disalibkan untukku
dan seluruh dunia, demi menebus dosa-dosa kami.”
Komentar
Posting Komentar