" KASIH TANPA SYARAT "
Pelayan Firman: Agusthina, S.Pi, M.Th
Hari/Tanggal: Jumat, 27 Oktober 2023
Waktu: 19.00 WITA
Tempat Pelaksanaan: Sekret
Moderator: Kevin Woe Daud
(1 Yohanes 3:16-18)
“Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Barangsiapa mempunyai harta duniawi dan melihat saudaranya menderita kekurangan tetapi menutup pintu hatinya terhadap saudaranya itu, bagaimanakah kasih Allah dapat tetap di dalam dirinya? Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.”
Secara sederhana kasih itu memberi, berkorban. Artinya kita rela mengalami kekurangan. Namun saat ini kasih semakin langkah. Dalam kitab wahyu dikatakan, semakin kesini (mendekati akhir zaman) kasih menjadi dingin.
Mengapa demikian? Apa yang menjadi masalahnya?
Beberapa orang mungkin akan mempertimbangkan untung dan ruginya melakukan hal demikian. Ada juga yang memang tidak peduli akan lingkungan sekitar (hanya fokus pada diri sendiri). Dan mungkin saja hatinya tidak terbuka, yang mana untuk menerima firman Tuhan saja sulit atau mereka hanya sekedar tahu namun tidak ada perubahan tindakan yang dialaminya yang mengubahkan hati.
Dalam 1 Yohanes 3:11 dikatakan, “Sebab inilah berita yang telah kamu dengar dari mulanya, yaitu bahwa kita harus saling mengasihi.”
Namun terdapat perbedaan dalam alkitab PL dan PB mengenai kasih.
Dalam Imamat 19:18, “Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah Tuhan.”, yang dimana kasih disini jangkauannya lebih kecil yang hanya merujuk pada kasih manusia saja.
Jika dalam Yohanes 13:34, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”, inilah perintah dimana kita mengasihi karena Allah telah dulu mengasihi kita. Kasih sebagai manusia itu terbatas, minimum atau hanya sekedar empati dari dorongan kasih itu sendiri. Pada perintah baru ini, level kasih sudah maksimal, kasih tidak menuntut balasan (kasih agape). Hal ini yang diwujudkan melalui pengorbanan Yesus di kayu salib. Yesus sendiri adalah kasih. Jadi pada perintah baru dorongannya memang adalah kasih Kristus dan pada perintah lama adalah dorongan diri sendiri.
Dapat dilihat dalam Roma 5:8, "Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa."
Yesus mati berkorban untuk dosa. Dia membayar semua utang dosa kita. Kasihnya tidak memilih. Ia mati ketika kita masih berdosa. Ia mengasihi kita ketika kita berdosa. Jadi semata mata karena Dia mengasihi kita. Tuhan mengasihi orang-orang yang menyadari bahwa ia berdosa, orang-orang yang mau menyerahkannya kepada Tuhan karena melalui Tuhan sajalah yang dapat menyelesaikannya.
Lalu bagaimana mewujudkan kasih dari Yesus?
Dalam 1 Yohanes 3, ayat 16 dikatakan bahwa kita wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita. Apakah kita sanggup? Tentu tidak. Namun di ayat 17 dikatakan kita dapat memberi kepada orang yang membutuhkan. Kita jangan menutup hati pada orang yang menderita. Lakukan sesuatu. Kasih Kristus sendiri yang akan menjadi dorongan buat kita. Dan di ayat 18 kita diajar untuk mengasihi melalui perbuatan, bukan hanya melalui perkataan saja.
Kasih bentuknya kata kerja, mengasihi. Mulailah dari perkara-perkara kecil, lingkungan seharihari, teman-teman kita. Kasih membuka diri kita untuk mengasihi yang akhirnya melatih kita memberikan kasih. Ketika kita sudah terbuka maka kasih Tuhan itu akan menngalir kepada sesama. Kasih yang sungguh-sungguh adalah kasihilah musuhmu, berdoalah bagi mereka.
Jadi lihat sekitar kita, apakah kita sudah peduli?
Komentar
Posting Komentar