Pernahkah
kita merasa hidup kita sedang berjalan dengan baik? Tidak ada masalah besar
yang datang, segala sesuatunya terasa lancar dan nyaman. Dalam kondisi seperti
ini, seringkali kita merasa tidak perlu mendengarkan nasehat atau peringatan
dari siapapun, apalagi dari Tuhan. Namun, dalam Yeremia 22:21, Tuhan
menyampaikan teguran yang penting.
"Aku
telah berbicara kepadamu selagi engkau sentosa, tetapi engkau berkata: 'Aku
tidak mau mendengarkan!' Itulah tingkah langkahmu dari sejak masa mudamu, sebab
engkau tidak mau mendengarkan suara-Ku!"
Ayat ini
mengingatkan kita pada kondisi umat Israel yang hidup dalam ketenangan, namun
mengabaikan suara Tuhan. Mereka merasa tidak perlu mendengarkan Tuhan karena
hidup mereka tampak baik-baik saja. Namun, Tuhan menegur mereka, karena mereka
tidak mendengarkan suara-Nya meskipun keadaan mereka sedang nyaman.
Hal yang
sama bisa terjadi pada kita, terutama sebagai anak muda di zaman sekarang.
Ketika segala sesuatu tampak berjalan dengan baik, kita sering merasa bahwa
kita bisa mengatur hidup kita sendiri tanpa perlu memperhatikan petunjuk Tuhan.
Kita merasa bahwa kita cukup kuat dan bijaksana untuk membuat keputusan tanpa
pertolongan-Nya. Namun, justru dalam saat-saat seperti itulah kita harus lebih
peka untuk mendengarkan Tuhan. Tidak salah bila kita datang mencari Tuhan
ketika dalam masalah. Namun, apakah kita harus menunggu sampai musibah menimpa
kita baru kita sungguh-sungguh datang kepada-Nya? Mengapa, ketika masih muda,
kuat, sehat, dan berkelimpahan, kita justru 'hitung-hitungan' dan tidak mau
memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Ini adalah pertanyaan yang perlu kita
renungkan. Apakah kita baru akan sungguh-sungguh melayani Tuhan setelah
segalanya hancur?
Dalam
Matius 19:16-22, kita membaca tentang seorang anak muda yang hidupnya makmur.
Segala sesuatunya tampak baik, bahkan dalam hal kerohanian dia tidak bercacat.
Dia sudah melakukan segala hukum Taurat dengan baik, tetapi satu hal
kurang—seperti yang dikatakan Yesus: "Jikalau engkau hendak sempurna,
pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin,
maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah
Aku." (Matius 19:21). Anak muda ini lebih memilih mencintai hartanya
daripada mengikut Tuhan. Harta, kemewahan, dan uang menjadi prioritas utama
dalam hidupnya, melebihi kasihnya kepada Tuhan. Karena itu, dia memilih untuk
meninggalkan Tuhan daripada harus kehilangan hartanya.
Renungan
ini mengingatkan kita untuk tidak hanya mendekat kepada Tuhan ketika kita
sedang menghadapi masalah. Justru, saat keadaan kita baik-baik saja, kita harus
bersungguh-sungguh dalam melayani Tuhan. Saat kita muda, sehat, dan
berkelimpahan, kita memiliki kesempatan besar untuk memberikan yang terbaik
bagi Tuhan. Jangan menunggu sampai keadaan menjadi buruk, baru kita merasa
perlu untuk berubah.
”Bersungguh-sungguhlah
di dalam Tuhan selagi keadaan kita baik, jangan tunggu sampai Dia menegur
kita!”
Komentar
Posting Komentar