“KASIH TANPA SYARAT”
Hari/Tanggal: Jumat, 28 November 2025
Waktu: 18.30 WITA
Tempat Pelaksanaan: Sekretariat Perkantas Makassar
Moderator: Renata Revivanya Pasanda (MNJ'25)
Pendalaman Alkitab kali ini mengangkat tema "Kasih Tanpa Syarat", sebuah tema yang sangat penting dalam kehidupan orang percaya. Sejak awal, peserta diajak untuk memahami bahwa kasih tidak sekadar perasaan hangat atau kata-kata yang mudah diucapkan, tetapi merupakan sikap hidup yang menuntut ketulusan dan kerelaan hati. Kasih tanpa syarat berarti mengasihi tanpa menunggu orang lain berubah, tanpa menuntut balasan, dan tanpa bergantung pada situasi. Kasih yang demikian tidak muncul dari kekuatan manusia, tetapi dari hati yang dibentuk dan disentuh oleh Tuhan. Peserta diajak melihat bahwa kasih yang sejati bukanlah kasih yang hilang hanya karena seseorang mengecewakan, tetapi kasih yang tetap bertahan sekalipun menghadapi kelemahan dan kegagalan orang lain.
Pembahasan dimulai dari Yohanes 3:16, ayat yang menjadi dasar tentang bagaimana Allah menunjukkan kasih-Nya kepada dunia. Ayat ini menegaskan bahwa Allah memberikan Anak-Nya yang tunggal bukan kepada orang yang telah hidup benar, tetapi kepada dunia yang penuh dosa. Pemberian ini adalah bentuk kasih terbesar yang menunjukkan bahwa kasih Allah tidak bersyarat. Ia memberi tanpa menunggu manusia layak menerimanya. Dari ayat ini, peserta diajak menyadari bahwa kasih yang sejati selalu dimulai dari tindakan memberi, bukan dari menuntut. Kasih yang benar bersumber dari hati yang rela berkorban demi kebaikan orang lain.
Setelah itu, pembahasan berlanjut pada Roma 5:8 yang memperjelas bagaimana kasih Allah dinyatakan secara nyata. Ayat ini menegaskan bahwa Kristus mati bagi manusia saat manusia masih berdosa. Bukan ketika manusia sudah berubah atau memperbaiki diri, tetapi ketika manusia masih jauh dari Tuhan. Kasih seperti ini mengajarkan bahwa Allah melihat manusia dengan penuh belas kasihan. Ia tidak menunggu manusia menjadi baik untuk kemudian dikasihi, tetapi Ia justru mengambil langkah pertama mendatangi manusia. Dari sini peserta belajar bahwa kasih tanpa syarat selalu memulai, selalu menyapa lebih dulu, dan selalu mengulurkan tangan meskipun tidak ada jaminan balasan.
Pembahasan kemudian diarahkan ke perumpamaan tentang anak yang hilang dalam Lukas 15:1–32. Kisah ini memperlihatkan bagaimana kasih sejati tidak pernah menutup pintu. Anak bungsu yang meninggalkan rumah, menghabiskan harta, dan jatuh dalam kehancuran akhirnya kembali dengan penuh rasa malu. Namun sambutan sang ayah tidak dihiasi amarah, penghakiman, atau pengungkit masa lalu. Sang ayah justru berlari menyambutnya, memeluknya, dan memulihkannya. Perumpamaan ini menunjukkan bahwa kasih tanpa syarat adalah kasih yang selalu menunggu dengan hati yang penuh harapan, siap menerima kembali, dan merayakan setiap pertobatan tanpa melihat masa lalu seseorang. Sikap sang ayah menjadi gambaran jelas tentang bagaimana Tuhan menerima setiap orang dengan tangan terbuka.
Bagian penerapan mengambil dasar dari 1 Korintus 13:4–6 yang menggambarkan sifat-sifat kasih yang sejati. Kasih itu sabar, artinya mampu bertahan ketika menghadapi kelemahan orang lain dan tidak terburu-buru menghakimi. Kasih itu murah hati, selalu siap berbuat baik tanpa pamrih. Kasih tidak iri terhadap keberhasilan orang lain, tidak sombong, dan tidak memegahkan diri. Kasih tidak mencari keuntungan diri sendiri, tetapi mempertimbangkan kebutuhan orang lain. Kasih juga tidak mudah marah dan tidak menyimpan kesalahan, yang berarti kasih memilih untuk melepaskan kepahitan dan memberi ruang bagi pemulihan. Selain itu, kasih tidak bersukacita atas ketidakadilan, tetapi selalu berpihak kepada kebenaran. Dari sini peserta diajak melihat bahwa kasih tanpa syarat bukan hanya ucapan, tetapi harus tampak dalam tindakan sehari-hari.
Pada akhirnya, pendalaman Alkitab ini mengingatkan peserta bahwa kasih tanpa syarat hanya dapat diwujudkan jika seseorang terlebih dahulu mengalami kasih Allah. Kasih Allah yang mengampuni, menerima, dan memulihkan menjadi dasar bagi orang percaya untuk mengasihi sesama. Kasih seperti ini membentuk karakter, mengubah cara seseorang memandang orang lain, dan membuat hidup lebih serupa dengan Kristus. Melalui kegiatan ini, peserta belajar bahwa kasih tidak hanya ditunjukkan ketika keadaan baik, tetapi justru ketika tantangan muncul. Kasih tanpa syarat adalah panggilan bagi setiap orang percaya untuk menghadirkan karakter Kristus di tengah dunia.

Komentar
Posting Komentar