Sebagai mahasiswa, kita sering sekali mendengar kata "iman," terutama saat menghadapi tekanan deadline, ujian sulit, atau keraguan akan masa depan. Iman seolah menjadi jubah yang kita kenakan saat kesulitan, namun apa sebenarnya inti dari iman itu, dan bagaimana ia relevan dalam realitas kampus kita? Firman Tuhan dalam Ibrani 11:1 memberikan definisinya yang paling indah: "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat." Definisi ini menunjukkan bahwa iman memiliki dua fungsi krusial: sebagai fondasi kokoh bagi segala pengharapan kita yang bersandar pada kesetiaan Allah, bukan pada optimisme buta dan sebagai bukti rohani yang membuat hal-hal yang tidak terlihat (seperti penyertaan Tuhan, rencana-Nya yang sempurna, atau keadilan-Nya) menjadi nyata di dalam hati kita, memberi kita kekuatan untuk terus maju meski keadaan tampak mustahil.
Iman yang Berkeringat: Dari Percaya Menjadi Bertindak
Namun, iman sejati tidak boleh hanya berdiam diri di alam pikiran; ia harus bergerak. Rasul Yakobus mengingatkan kita bahwa "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati" (Yakobus 2:17). Ini berarti iman bukanlah teori pasif yang menunggu mukjizat tanpa usaha; sebaliknya, ia adalah energi yang mendorong tindakan nyata. Sebagai mahasiswa, iman yang bergerak terlihat ketika kita belajar dengan gigih (bertindak) karena kita percaya (iman) Tuhan akan memberkati upaya kita; ketika kita berani mengasihi dan memaafkan teman (bertindak) karena kita percaya identitas kita di Kristus lebih kuat dari rasa sakit (iman); atau ketika kita berani berkata 'tidak' pada godaan (bertindak) karena kita percaya tubuh kita adalah bait Roh Kudus (iman). Iman sejati membuat kita proaktif, bertanggung jawab atas bagian kita, sambil sepenuhnya bersandar pada kekuatan Tuhan yang melampaui batas kemampuan kita.
Menjaga Bara Iman Tetap Menyala di Tengah Kesibukan
Dunia kampus penuh dengan distraksi yang bisa meredupkan api iman. Agar iman kita tetap hidup dan efektif, kita harus merawatnya. Pertama, prioritaskan waktu hening dan Firman Tuhan; jadikan quiet time sebagai "janji temu" terpentingmu yang memberi nutrisi dan arah bagi jiwamu. Kedua, berjalanlah dalam komunitas yang jujur (seperti di PMKO); berbagi pergumulan dan menyaksikan kesaksian orang lain adalah bahan bakar yang menguatkan keyakinan kita bahwa Tuhan benar-benar bekerja. Terakhir, lakukanlah 'tindakan iman' yang kecil setiap har seperti memilih untuk memuji Tuhan meski sedang stres, atau berani melayani meski lelah. Setiap tindakan kecil yang didorong oleh keyakinan adalah latihan otot iman yang akan membuat kita semakin kuat saat menghadapi tantangan besar. Mari kita jadikan iman kita bukan hanya keyakinan yang diucapkan, tetapi daya dorong yang menguatkan setiap langkah kita sebagai mahasiswa Kristus.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAmen
BalasHapusGacor
BalasHapus